Tokyo (PAI) – Kementerian Agama lewat Direktorat Pendidikan Agama Islam mempromosikan moderasi beragama di salah satu kampus luar negeri yaitu Universitas Chuo, Tokyo, Jepang. Pengenalan moderasi beragama tersebut dilakukan melalui seminar moderasi beragama dan bela negara yang didampingi oleh Profesor Hisanori Kato dan diikuti puluhan mahasiswa Jepang dan beberapa dosen di kampus tersebut.
Dalam pengantarnya, Profesor Hisanori Kato yang akrab disapa Kato menyambut baik kedatangan delegasi dari Kementerian Agama RI untuk mengenalkan moderasi beragama dalam konteks pendidikan dihadapan para mahasiswanya yang berkewarganegaraan Jepang.
Kato menjelaskan Universitas Chuo adalah kampus tertua yang didirikan pada tahun 1885 di Jepang. Jumlah mahasiswa yang mengambil studi di universitas tersebut mencapai 30 ribu orang. Pada fakultas Studi Kebijakan terdapat kelas Bahasa Indonesia bagi mahasiswa disana yang diajarkan oleh para dosen dari Indonesia.
“Sekitar 100 mahasiswa yang belajar Bahasa Indonesia di fakultas ini,” ucap Kato dalam pengatarnya.
Kato kemudian mempersilahkan delegasi Kementerian Agama RI yang terdiri dari Direktur PAI, para Kasubdit pada Direktorat PAI, Kasubbag Tata Usaha Direktorat PAI, dan staff pada Direktorat PAI menyampaikan paparannya terkait moderasi beragama.
Direktur Pendidikan Agama Islam, Amrullah menjelaskan Indonesia merupakan negara yang tidak terlepas dari konteks agama. Moderasi beragama dan bela negara merupakan dua hal yang saling berkaitan untuk menjaga kedaulatan bangsa.
“Moderasi beragama untuk bagaimana kita bisa beragama dengan baik, bela negara bagaimana kita bisa menguatkan negara kita, jadi keduanya saling berkesinambungan,” ujar Amrullah di ruang pertemuan Universitas Chuo, kamis (14/12/2023).
Menurutnya, penguatan moderasi beragama dalam konteks pendidikan harus dibangun sejak usia dini. Dalam implementasinya, pengenalan moderasi beragama dapat dilakukan dengan penyesuaian alat pembelajaran yang tepat sehingga dapat dipahami oleh siswa di sekolah sesuai dengan jenjang mereka.
“Untuk siswa jenjang Pendidikan dasar dikenalkan melalui permainan, media pembelajaran dan alat peraga, kemudian untuk jenjang menengah bisa dilakukan dengan memberikan contoh-contoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari,” imbuh pria yang juga mengawali karirnya sebagai guru.
Amrullah menjelaskan moderasi beragama khususnya di Indonesia tidak hanya untuk agama Islam saja, tetapi juga untuk seluruh agama di dunia, sehingga diketahui adanya istilah moderasi beragama dari berbagai agama seperti Islam disebut wasathiyah, dalam agama Kristen disebut golden mean, dalam agama Budha disebut majjhima patipada, dalam agama Hindu juga disebut madyhamika, dan dalam agama Konghucu disebut dengan Zhong Yong.
Selain itu, berkembangnya arus informasi dan kehidupan sosial yang dipengaruhi berbagai unsur menyebabkan munculnya beberapa tantangan, sehingga urgensi perumusan moderasi beragama harus dilakukan.
“Pertama berkembangnya cara pandang tentang praktek beragama yang berlebihan. Kedua, tantangan klaim kebenaran subjektif dan pemaksaan kehendak. Ketiga, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan kebangsaan. Kondisi ini membutuhkan suatu model yang disebut moderasi beragama,” jelas Amrullah.
Konsep moderasi beragama tersebut dilandasi dengan dasar hukum mulai dari Undang-Undang, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri Agama sehingga pengarusutamaam moderasi beragama menjadi salah satu program prioritas nasional yang harus diimplementasikan.
Amrullah menyimpulkan hasil dari implementasi moderasi beragama adalah toleransi yaitu seseorang melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya dan tetap menghormati orang lain melakukan ajaran agama yang diyakininya. Sikap menghargai perbedaan akan menumbuhkan rasa damai.
“Damai adalah indah dan Impian seluruh anak bangsa,” pungkasnya.