GURU DI ERA MILENIAL
(sebuah surat kepada sesama guru PAI)
Oleh : Emi Indara
Guru PAI SMPN 1 PALU
Kepada kawan-kawan sesama Guru PAI..
Ijinkan saya menulis apa yang menjadi kegelisahan saya tentang Pendidikan Agama Islam yang kita hadapi sehari-hari. Saya yakin kegelisahan ini milik kita bersama. Demi anak didik kita, kita rasanya wajar menjadi gelisah dengan kondisi yang ada. Tapi demi masa depan mereka, kita juga harus berbesar hati untuk terus membimbing dan membekali mereka dengan segenap kemampuan dan keikhlasan. Keyakinan dan keikhlasan tentu tidak mudah di tengah berbagai kendala dan masalah yang membayangi dunia pendidikan kita.
Kita tengah berada dalam masa yang cukup kompleks untuk dihadapi. Orang mengenalnya sebagai era milenial. Anak-anak sekarang terasa lebih terbuka dalam bereskpresi dan lebih banyak mendapat informasi. Kita tahu, dunia internet dan digital telah jauh mempengaruhi mereka. Dengan dunia baru mereka ini, banyak perubahan yang mudah dirasakan.
Belum cukup lama dari saat ini, kita masih yakin merasa sendirian dalam membimbing mereka. Kini, jamak kita mendengar dan mengamati betapa kita telah sedemikian rupa disandingkan dengan guru digital. Internet itu, teman karib baru mereka itu, telah menghadirkan guru-guru maya dalam kehidupan mereka. Guru-guru maya itu tidak perlu dicium tangannya seperti di kelas. Para guru itu tidak memberi sentuhan kasih sayang sebagaimana yang kita lakukan, tapi mereka bisa hadir tiap saat jika anak didik kita membutuhkan.
Para siswa bisa dengan mudah mendapatkan pendalaman materi pelajaran mereka dari para guru yang tidak mereka temui dalam dunia nyata. Guru-guru itu hadir secara online, mampu mendampingi para siswa setiap saat sepanjang mereka bisa terhubung secara online. Kehadiran para guru maya itu mengabarkan bahwa ada guru lain selian kita yang bisa jadi lebih bisa memberi keakraban pada para siswa, betapapun kita menyebutnya aneh dan maya. Dengan kondisi demikian, apakah di era milenial ini kehadiran guru masih mampu menjadi pelita dalam kegelapan? Mampukah guru tetap menjadi embun penyejuk dalam kehausan? Jikapun mampu, seberapa besar embun itu benar-benar menjadi penyejuk bagi kehausan siswa, haus atas apa dalam kondisi serba cepat seperti saat ini? Masihkah guru layak disebut Pahlawan Bangsa tanpa tanda Jasa?
Saya meyakini kita tetap bisa dan mampu, entah jadi pelita, suluh, ataupun embun. Kita bukanlah cenayang yang suka menerka masalah dan membuat solusi sementara, semaunya. Kita adalah para guru yang berkewenangan untuk membentuk siswa yang mampu berpikir cerdas, kritis, mandiri, dan berakhlak mulia sesuai tuntunan nilai Islam dan perkembangan zaman. Kita adalah pihak yang diharapkan mampu menjadi penunjuk arah bagi keadaan zaman ini, dimana ada begitu banyak anak-anak didik yang kehilangan arah untuk melihat masa depan karena berbagai tantangan yang mereka hadapi.
Kita harus sadar, anak-anak itu hadir di sekolah dengan harapan agar guru bukan saja menjadi pengajar dan pendidik, namun juga menjadi sahabat mereka. Kita diharapkan menjadi pendamping dimana mereka bisa menyampaikan keluh kesah mereka disamping kesibukan akademik yang harus mereka beresi. Jika harapan itu mampu kita penuhi, peran guru benar-benar laksana embun, laksana air yang menyejukan setiap pribadi yang bersentuhan dengannya.
Di era milenial ini, guru tidak lagi bersaing sesama guru untuk mencapai prestasi. Di era milenial ini, guru harus bisa bersaing dengan daya tarik yang ditawarkan dunia maya. Guru bersaing dengan daya pikat dunia online yang menyediakan banyak hal bagi siswa, terutama game online. Akibatnya, siswa akan lebih ingat tokoh-tokoh yang ada di game online daripada tokoh-tokoh yang ada dalam buku sejarah. Ironisnya, rumah yang seharusnya menjadi tempat para siswa bisa istirahat tidur di malam hari setelah sepanjang hari beraktifitas, saat ini menjadi terbalik. Banyak siswa yang akhirnya kelelahan dan tertidur di kelas akibat sepanjang malam waktunya habis dengan mengotak-atik gawai. Jika tersedia komputer desktop di rumah, bisa jadi orang tua tidak memberikan kontrol dan batasan penggunaannya.
Menghadapi itu semua, saya yakin pilihan kita hanya satu: kita harus terus maju. Kita harus terus maju untuk peningkatan kualitas anak didik. Kita mesti bergerak ke depan untuk menjadi pelayan bagi setiap insan yang dititipkan kepada kita. Untuk itu, kita harus mengajar dan mendidik dengan hati dan jiwa, bukan hanya karena jadwal dari kurikulum. Diri kita terbentuk dan terbangun dari pengalaman menghadapi berbagai tantangan mengajar, dengan begitu sudah sepantasnya kita adalah individu yang matang. Kematangan ini memungkinkan kita untuk mampu mengalami dan menyelami berbagai situasi. Kita tidak boleh menjadi pribadi yang sensitif dan cengeng, kita harus harus menjadi sosok yang kuat, tegar seperti batu karang, tapi bisa menangis ketika melihat anak didik kita ada dalam kesedihan dan kegelisahan. Dibalik semua itu, suatu saat kita juga harus bisa tertawa dan menari bersama ketika melihat anak didik kita ada dalam kegembiraan dan keceriaan menatap masa depan.
Sebagai guru, mau tidak mau kita harus menjadi sosok yang pintar dan bijaksana dengan tidak menilai dan menghargai anak didik sebatas angka. Kita seyogyanya menilai dan menghargai para siswa dengan catatan dan kalimat yang akan selalu mendorong mereka menghargai diri sendiri dan orang lain. Inilah modal dasar mereka untuk mencapai segala cita-cita dan harapan yang ada. Semua itu sudah Allah sediakan buat mereka. Tugas kita adalah memberi mereka harapan, menghadirkan masa depan mereka lebih nyata dan terukur lewat gemblengan sehari-hari di kelas.
Apapun tantangan yang kita hadapi sebagai guru, marilah menjadi pelita dalam kegelapan. Mari kita manjedi embun penyejuk dalam kehausan. Tak mengapa kita dikenang sebagai Patriot pahlawan bangsa, walau tanpa tanda jasa. Tetaplah kita mengajar dengan hati, mengajar dengan penuh cinta. Cintailah murid-murid kita layaknya anak kandung sendiri meski tak lahir dari rahim kita. Jadilah kita guru yang dirindu, yang kedatangannya ditunggu dan kepergiannya ditangisi. Buatlah murid-murid kita menjadi anak yang sukses. Kita tidak perlu mengharap dihormati. Yakinlah, apa yang kita lakukan hari ini merupakan amal jariyah yang kelak akan diterima di akhirat. Yakinlah bahwa salah satu dari murid kita kelak akan menarik kita masuk dalam Syurga..Aamiin