Jangan Lelah Menginspirasi Anak

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Oleh: Rohyal Aini, S.Ag

Guru TK Bakti Arrahman Mataram NTB

Sejauh ini, sebagai guru maupun orang tua, kita tidak pernah membayangkan akan kejadian pandemi Covid-19 yang luar biasa menyesakkan ini. COVID-19 menjadi pandemi yang meluluhlantakkan banyak hal di seantero dunia. Dampaknya, hampir seluruh aspek kehidupan dibekukan, termasuk aktivitas anak-anak yang dilarang berkumpul sekolah. Untuk pembelajaran, anak-anak harus menjalaninya di rumah saja.

Rata-rata orang tua mengaku, bukan hal mudah menjadi seorang guru akademis di rumah sendiri. Namun, ini kenyataan yang harus kita hadapi dan cermati bersama-sama. Kita perlu jadikan kondisi pandemik ini sebagai bahan renungan kita bersama, bahwa di masa kini dan mendatang kondisi semacam ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi insan pendidikan.

Mendidik bukan perkara ringan, terlebih mendidik di era milenial. Kita perlu menyatukan tekad, niat, gerak, dan ghirah berjuang dalam bingkai ibadah semata karena Allah SWT.

Di masa yang begitu sulit ini pasti akan ada tangis dan rasa rindu antara guru dengan anak-anak didik.

Tangis itu mungkin tertahan di dalam dada, tapi saya ingin ungkapkan, Anak-anakku, selalu ada doa yang kami ucapkan sebagai ungkapan cinta yang begitu besar dari kami, guru-gurumu.

Wahai para orang tua, mari kita sampaikan doa dan harapan kepada Allah SWT agar anak didik kita nantinya menjadi orang-orang hebat, punya gelar yang berderet panjang, memiliki catatan prestasi tinggi, prestasi yang menakjubkan yang disertai dengan keimanan dan kesalehan kepada Allah SWT.

Harapan kami, semoga anak-anak semua menjadi saleh, menjadi muslim dan muslimah yang baik, dan kelak akan menjadi manusia Indonesia yang kuat imannya dan berakhlak mulia dalam pembangunan bangsa dan agama di bumi Indonesia. Dengan kesalehan dan kebaikan anak murid, maka akan tercatat pahalanya untuk gurunya.

Maka, di sekolah setiap hari kami tanamkan tentang kebaikan dan kebaikan. Bukankah kalau kita mengajarkan kebaikan, lalu orang mengikutinya, maka bagi kita pahala sebagaimana pahala orang-orang yang mengerjakannya?

Yang menjadi pertanyaan sekarang, sebagai orang tua wali murid di rumah, apakah sudah salehkah kita sendiri sebagaimana kesalehan yang sama-sama kita harapkan pada anak didik kita?

Dalam pengamatan saya, kita masih terlalu jauh dari predikat saleh. Dalam kehidupan sehari-hari, televisi dan media lain sering mengajak kita untuk lupa. Bahkan, tayangan-tayangan yang disebut religius pun, yang mereka mempersaksikan isinya kepada Allah, ternyata lebih banyak yang meruntuhkan iman daripada yang membaguskannya.

Oleh karena itu, berhentilah bermimpi tentang televisi bergizi untuk kesempurnaan ruhiyah anak-anak kita. Kecuali, jika bapak-ibu berbuat yang nyata dengan cara melakukan pendampingan dan pengawasan ketika anak-anak menonton televisi maupun menggunakan fasilitas HP. Kelak, kita bisa mengajukan alasan kepada Allah azza wajalla di yaumil hisab apabila anak-anak kita tergerogoti imannya dan rapuh jiwanya gara-gara televisi, HP, dan konten media masa lainnya.

Apakah yang bisa kita andalkan selain mengharap pertolongan Allah, jika tanpa kita lihat tayanganpun anak anak kita masih terpengaruh untuk menonton secara diam-diam? Maka, apabila sekali waktu dada bapak-ibu terasa sesak karena mendengar perkataan yang tidak layak dari anak-anak, mohonkanlah kepada Allah dengan jiwa yang menangis.

Mohonkanlah dengan sungguh-sungguh, semoga setiap lelah dan sedih kita akan mengantar mereka pada kemuliaan.

Wahai para ibu, sesungguhnya di bawah telapak kakimu, ada surga bagi anak-anakmu.

Pada ruang batinmu, terletak keselamatan mereka di dunia hingga akhirat.

Jika yang ada di ruang batinmu adalah harapan pada kehidupan yang kekal di kampung akhirat, di mana insya Allah anak-anak kita berjalan di dalamnya, di situlah mereka menghadapkan wajahnya kepada Allah azza wa jalla.

Inilah yang mengawasi mereka, mengawasi perbuatan dan menjaga tindakan mereka. Inilah sebaik-baik pengawasan, yang tidak mempersyaratkan kehadiran kita setiap saat.

Kalau kita bangun di tengah malam untuk membuatkan susu anak-anak kita, aduklah ia dengan sungguh-sungguh sambil berdoa agar setiap tetes yang masuk kerongkongannya akan menyuburkan setiap benih kebaikan dan menyingkirkan setiap bisikan yang buruk.

Begitupun ketika kita menyuapkan makanan untuknya. Mohonlah kepada Allah agar setiap suapan yang masuk ke mulut mereka akan membangkitkan semangat dan meninggikan martabat mereka di sisi Allah. Kita doakan agar setiap makanan yang mengalirkan darah di tubuh mereka, membentuk daging mereka, membangun semangat untuk senantiasa menuntut ilmu, menunaikan amanah dan meninggikan nama Allah azza wa Jalla.

Marilah bersama menjadi sosok pembelajar dan figur teladan yang baik bagi anak anak di rumah dengan tetap menjaga kedekatan dan keakraban.
Kita jadikan Rasulullah sebagai teladan. Bukankah Rasulullah SAW juga selalu menampakkan keakraban dan persahabatan dengan setiap anak kecil, baik itu anak, cucunya, maupun anak orang lain?

Orang tua bisa memberi permainan pada anak-anak. Orang tua juga bisa menyediakan waktu untuk bermain dengan anak-anak meski dengan alat permainan yang sederhana. Yakinlah, permainan tersebut bisa membangkitkan semangat kekuatan untuk memiliki percaya diri yang tinggi.
Jangan lupa sering-sering memberi penghargaan pada anak-anak atas apa yang sudah mereka raih. Hari ini, banyak anak yang rapuh jiwanya. Meski berlimpah makanannya, tumbuh dengan gizi yang lebih dari cukup, tetapi jiwanya kurang mendapatkan penguatan dari ibu-bapaknya.

Meski punya otak cerdas luar biasa, mereka jarang mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Mereka jarang memperoleh pengalaman sukses. Hal itu terjadi karena orang tua mereka pelit memberi penghargaan dan sangat jarang memberi perhatian. Mereka memiliki kaki tangan yang lengkap, tetapi tidak mendapatkan kepercayaan diri yang kuat bahwa mereka terlahir di dunia ini karena ada amanah yang sanggup mereka pikul.

Sungguh, andaikan setiap guru dan orang tua memberi nasihat kepada muridnya bukan karena kesal melihat tingkahnya, melainkan karena amat berat dirasakan olehnya langkah yang akan di tempuh anak-anak itu pada masa yang akan datang, Insya Allah setiap kata akan membangkitkan jiwa anak-anak didiknya. Begitu kuat, begitu bertenaga. Terlebih kalau kegelisahan itu bertemu dengan kegelisahan orang tua. Bukan bertabrakan. Semoga setiap anak kita kelak mewarisi semangat para nabi dan salafush-shalih.

Jangan lupa, mari memberi anak-anak kita cerita yang menginspirasi. Anak-anak yang kurang memperoleh pengalaman sukses, disebabkan guru dan orang tua yang kurang memperoleh pengalaman sukses dan guru yang kurang tanggap serta orang tua yang kurang perhatian, masih mungkin kita bangkitkan semangatnya dengan membawakan kepada mereka cerita-cerita yang menginspirasi. Kita harus meyakini, begitu banyak karakter dari berbagai bangsa banyak dipengaruhi oleh cerita yang mereka dengar saat masih kecil. Maka, ceritakanlah kepada anak anak kisah para sahabat Nabi Muhammad yang hidup mulia dengan membela agama Islam.

Kita perlu hadirkan cerita mengenai sosok Umar bin Khattab yang begitu gagah perkasa, namun ketika menjadi pemimpin umat malah tidur tanpa satu orang pun pengawalnya. Anak anak kita mungkin mengenal siapa Jenderal Sudirman, Jenghiz Khan, ataupun Napoleon Bonaparte yang hebat dalam menyusun strategi ketika bertempur. Maka, ceritakan kepada mereka bahwa umat Islam punya seorang Jenderal perang bernama Khalid bin Walid yang tak pernah kalah dalam satu medan pertempuran pun walau jumlah pasukan musuh berlipat lipat ganda.

Ceritakan pula sosok Bilal bin Rabah, seorang yang berasal dari kedudukan sosial rendah namun dapat menginspirasi dunia dengan kecintaannya kepada nabi, dengan keindahan suaranya dan pada akhirnya beliau menjadi seorang gubernur.

Sampaikan pula sosok Abdullah bin Mas'ud, orang miskin tak punya harta tapi menjadi qori kesayangan Nabi Muhammad. Bisikkan pada anak-anak kita agar sampai ke relung hatinya, Rasulullah pernah memberitakan bahwa angin dan burung-burung terdiam ketika mendengarkan Abdullah bin Mas'ud membaca Al Quran saking indahnya bacaan beliau. Semangati mereka dengan cinta dan cerita-cerita semacam itu.

Yang menjadi pertanyaan kita saat ini, guru atau orang tua seperti apakah kita selama ini bagi anak-anak kita, baik di sekolah maupun orang tua di rumah? Sudahkah kita kita menjadi teladan yang diharapkan? Karena anak itu sifatnya mencontoh dan meniru, maka disitulah dibutuhkan guru dan orang tua yang berkepribadian dan berakhlak baik.

Kepada anak-anak kami di TK Bakti Arrahman, tempat saya mengajar, dan semua TK lainnya, maafkanlah kami, guru yang selama ini belum bisa menjadi contoh, sahabat, dan guru yang sempurna bagi kalian. Betapapun, kami sangat mengharap kelak kalian bisa menjadi anak yang saleh, anak yang menyejukkan mata, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga ada di antara kalian yang bisa menarik kami ke dalam SurgaNya. Amiin.

Dalam hal ini mari kita bersama-sama ikhtiar dengan niat yang ikhlas tanpa pamrih, karena keikhlasan itu sebagai kekuatan yang tidak ada habis-habisnya dalam melahirkan sebuah kebaikan.

Apa yang membedakan tokoh-tokoh besar itu dengan kita? Semangatnya! mereka memiliki keyakinan yang sangat kuat, bahkan di saat orang lain tak sanggup membayangkan beratnya beban. Orang-orang besar itu mungkin bukan yang paling cerdas di antara manusia sezamannya. Tetapi, dialah yang mampu melihat masalah sebagai tantangan (bukan beban) dan memandang masa depan sebagai peluang, bukan sebagai ancaman.

Itu salah satu solusi yang bisa kami tawarkan kepada orang tua yang menjadi madrasatul ula buat anak-anak di rumah selama pandemi COVID -19, semangat yang menjadi ghirah antara orang tua dan guru dalam rangka kemaslahatan generasi penerus bangsa.

Editor: Saiful Maarif

Penyiap Bahan: Hantoro



Terkait