Oleh: Indra Wijaya (GPAI SMA Plus Citra Madinatul Ilmi Kalimantan Selatan)
Bagi sebagian orang, pembelajaran konservasi Berbasis Eco-Learning PAI mungkin terasa masih asing di telinga. Hal demikian dapat dimaklumi karena menyandingkan konsep ekologi dan PAI terasa belum berupa sebuah kelaziman. Namun demikian, pengalaman SMA Plus Citra Madinatul Ilmi Kalimantan Selatan membuktikan sebaliknya. Tulisan berikut akan memaparkan praktik baik yang telah dijalankan SMA Plus Citra Madinatul Ilmi dalam mengemas pembelajaran ekologi dengan sentuhan PAI di dalamnya.
Penerapan Pembelajaran Konservasi Berbasis Eco-Learning PAI pada SMA Plus Citra Madinatul Ilmi adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada nilai-nilai agama dan lingkungan hidup untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian siswa terhadap keberlanjutan lingkungan. Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk mengembangkan sikap dan perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan mendorong siswa untuk mengambil tindakan konkret untuk melestarikan alam sebagaimana imbauan dan perintah dari Tuhan yang Maha Esa.
Beberapa strategi yang digunakan dalam “Pembelajaran Konservasi Berbasis Eco-Learning PAI” di SMA Plus Citra Madinatul Ilmi mengambil beberapa pola. Pertama, upaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pembelajaran konservasi. Misalnya, siswa dapat mempelajari tentang ajaran agama yang mengajarkan tentang pentingnya menjaga keberlanjutan alam dan memperlakukan akhluk hidup dengan baik.
Kedua, menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Misalnya, siswa diberi kesempatan untuk melakukan proyek-proyek konservasi, seperti menjelajahi hutan mangrove, menyusuri ekosistem sungai, observasi bekantan dan primata lainnya secara langsung di habitat alaminya serta birdwatching. Siswa juga diberi kesempatan untuk melakukan observasi keanekaragaman hayati lainnya di kawasan “Pulau Curiak”, selain aksi konservasi penanaman pohon rambai mangrove yang merupakan salah satu pakan bagi bekantan.
Ketiga, mendorong partisipasi siswa dalam kegiatan konservasi di luar kelas. Misalnya, siswa diajak untuk bergabung dengan organisasi atau komunitas yang peduli terhadap lingkungan.
Keempat, menggunakan metode pembelajaran yang berbasis pengalaman. Misalnya, siswa dapat melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang memperlihatkan kerusakan lingkungan atau tempat yang melakukan praktik konservasi yang baik, contohnya adalah mengunjungi Lembaga Global Nature Conservation pada Kawasan Pulau Curiak Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam pembelajaran konservasi berbasis Eco-Learning PAI, siswa tidak hanya mempelajari tentang keberlanjutan lingkungan, tetapi juga belajar untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan dan mengambil tindakan nyata untuk melestarikannya.
Pembelajaran ini dapat membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan perilaku yang bertanggung jawab terhadap alam, sehingga mereka dapat menjadi agen perubahan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan di masa depan berdasarkan pengamalan agama dari Tuhan yang Maha Esa.
Tantangan Pelaksanaan
Acap kali, sebuah langkah dan rencana langsung memiliki tantangan dan masalah yang harus dihadapi. Masalah mendasar sebelum adanya “Penerapan Pembelajaran Konservasi Berbasi Eco-Learning PAI” di SMA Plus Citra Madinatul Ilmi disebabkan beberapa faktor yang cukup rumit.
Pertama, pembelajaran yang dirasa membosankan dan monoton oleh siswa. Jika seorang guru tidak kreatif dan inovatif, maka ia mungkin akan menggunakan metode pengajaran yang membosankan dan kurang menarik. Hal ini dapat menyebabkan siswa merasa tidak termotivasi.
Kedua, kurangnya keterampilan guru dalam mengajar. Jika seorang guru tidak profesional, maka ia tidak memiliki keterampilan yang cukup dalam mengajar. Ini dapat menyebabkan siswa tidak memahami materi pelajaran dengan baik dan akhirnya kurang siap dalam menghadapi ujian.
Ketiga, guru belum menggunakan variasi metode dan model pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan tepat guna. Jika metode dan model pembelajaran yang digunakan tidak menarik perhatian siswa, maka siswa akhirnya kehilangan minat terhadap pelajaran yang dipelajarinya.
Pada perkembangannya, untuk menghadapi beragam masalah tersebut, ide pengembangan pembelajaran PAI yang kreatif dan inovatif dimunculkan. Ide ini berakar pada upaya pembahasan melestarikan lingkungan hidup yang sesuai dengan syari’at dan risalah agama. Dalam upaya ini, salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan melakukan “Penerapan Pembelajaran Konservasi Berbasis Eco-Learning PAI” di SMA Plus Citra Madinatul Ilmi.
Ide pembelajaran konservasi berbasis eco-learning PAI inipun mengundang tantangan baru, yakni kurangnya pemahaman tentang konsep pembelajaran konservasi di mana banyak guru PAI belum memahami sepenuhnya konsep dan manfaat dari pembelajaran konservasi berbasis eco-learning PAI.
Tantangan lainnya adalah kurangnya sumber daya dan dukungan; Guru PAI mengalami kesulitan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran ini karena kurangnya sumber daya dan dukungan, seperti buku teks, materi pembelajaran, dan pelatihan. Mereka juga tidak terbiasa dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda, karena guru PAI lebih terbiasa dengan pendekatan pembelajaran tradisional yang lebih fokus pada pemahaman konsep agama melalui ceramah tanpa mengintegrasikan ilmu lainya, seperti pada aspek materi lingkungan hidup.
Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, diperlukan upaya meningkatkan pemahaman guru PAI tentang konsep dan manfaat dari penerapan “Pembelajaran Konservasi Berbasis Eco-Learning PAI” yang pada artikel ini akan saya tuliskan apa saja sebab-akibat dari masalah-masalah yang telah diuraikan diatas sekaligus mengupas solusi yang harus dilakukan agar penerapan “Pembelajaran Konservasi Berbasis Eco-Learning PAI” berjalan dengan baik secara AIKEMI (Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Kreatif, dan Islami).
Penyebab dan Dampak
Salah satu faktor utama penyebab sulitnya penerapan Pembelajaran Konservasi Berbasis Eco-Learning PAI adalah ketidakprofesionalan guru dalam mengajar yang memiliki beberapa penyebab. Pertama, Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang diajarkan. Guru Agama Islam yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang mata pelajaran yang diajarkan dan kurang keterampilan dalam cara mengajar dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran siswa.
Kedua, kurangnya persiapan dan perencanaan. GPAI yang tidak mempersiapkan pelajaran dengan baik dan tidak merencanakan materi yang akan diajarkan dapat membuat pembelajaran menjadi kurang efektif dan tidak menarik.
Ketiga, kurangnya motivasi dan minat dalam mengajar. Guru Agama Islam yang kurang termotivasi dan tidak memiliki minat yang kuat dalam pengajaran dapat mempengaruhi semangat belajar siswa dan kualitas pembelajaran mereka.
Keempat, tidak adanya komunikasi yang baik dengan siswa. GPAI yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tidak memahami kebutuhan dan kemampuan siswa juga dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran.
Akibat dari ketidakprofesionalan GPAI dalam mengajar dapat berdampak pada keberhasilan belajar siswa dan kinerja sekolah. Siswa mungkin tidak dapat memahami atau tertarik pada pelajaran yang diajarkan, dan hal ini dapat mengurangi motivasi belajar mereka. Selain itu, kurangnya kualitas pengajaran juga dapat mempengaruhi reputasi sekolah dan dapat membuat orang tua siswa kehilangan kepercayaan pada sistem pendidikan yang ada pada sekolah.
Solusi
Beragam permasalahan sekaligus sebab dan akibat di atas niscaya memerlukan solusi yang harus dijalankan guru PAI dan sekolah berdasar pengalaman dan praktik baik di SMA Plus Citra Madinatul Ilmi Kalimantan Selatan.
Solusi pertama adalah integrasi pembelajaran, Pembelajaran konservasi dapat diintegrasikan kedalam muatan kurikulum PAI dengan mengajarkan nilai-nilai keislaman yang menekankan pentingnya menjaga lingkungan dan menjaga keberlangsungan makhluk hidup.
Kedua, penggunaan metode pembelajaran berbasis pengalaman dan proyek. Pembelajaran yang efektif dari metode tersebut adalah melalui kunjungan lapangan dengan melakukan praktek langsung di luar kelas.
Ketiga, mendorong partsipasi siswa dalam kegiatan konservasi berbasis Eco-Learning PAI, contohnya dengan mengunjungi lembaga Fondation Global Nature Conservation pada kawasan Pulau Curiak Provinsi Kalimantan Selatan.
Editor: Saiful Maarif