Foto: Dok. Pribadi
Oleh : Emayanti Nurul Fauziyah, SE
(Analis Data dan Informasi Pendidik dan Tenaga Kependdikan
Seksi PAI Kemenag Kab. Klaten)
Saya bukan seorang guru SLB atau guru pada sekolah inklusi, tetapi saya adalah seorang ibu yang mempunyai Anak Berkebutuhan Khusus. Memiliki buah hati, bagi semua orang tua di dunia, tentu mendatangkan kebahagiaan dalam hidup. Begitu juga dengan kami. Namun, Allah berkehendak lain. Anak kami yang pertama bernama Dinar Krismawati. Tepat pada umur 2 tahun, Dinar didiagnosa dokter memiliki Cerebral Palsy (kelainan saraf otak), ditambah kejang epilepsi yang terhubung ke west syndrom. West syndrom adalah jenis epilepsi kejang halus yang membahayakan otak, lebih berbahaya dari epilepsi kejang biasa.
Kondisi tersebut membuat tumbuh kembang anak kami berbeda. Setiap hari dia membutuhkan perhatian khusus. Penyangkalan pun pernah singgah di hati kami. Saya merasa, semua orang tua pasti ingin memiliki anak normal dan sehat. Pada awalnya, kami sempat menyangkal keadaan ini. Namun, pada kelanjutannya kami sadar, penyangkalan itu tidak mengubah kondisi anak kami.
Akhirnya kami mulai mencari informasi dari Internet, meminta pada dokter spesialis yang mumpuni (syaraf anak), hingga menemukan sahabat seperjuangan yang saling menyemangati dan memotivasi. Lambat laun, kami pun bisa menerima kondisi anak tercinta.
Dari awal membangun keluarga, saya dan suami memiliki komitmen yang kuat atas pernikahan kami, apapun yang akan kami jalani didalamnya. Satu suara, satu hati, saling terbuka dan saling mendukung adalah salah satu kekuatan terbesar saat mengetahui buah hati pertama tumbuh dengan kebutuhan khusus. Selain suami, dukungan keluarga adalah motivasi kuat bagi rutinitas Dinar.
Selain keluarga inti, keluarga besar, dan para sahabat juga memberikan dukungan yang sangat berarti. Begitupun teman-teman di media sosial yang memberikan dukungan dengan komentar yang menyemangati saat kami berbagi cerita tentang anak-anak.
Sebenarnya perkembangan Dinar layaknya balita-balita normal lainnya hingga usia 14 bulan. Dia mampu berjalan normal, mengucap kata seperti apa, mama, bapak dan lainnya. Namun saat usianya menginjak 24 bulan , anak kami tiba-tiba kejang dan 3 bulan kemudian kejang yang ke 2. Saat itu kami lakukan EEG dan hasilnya banyak syaraf yang terputus sehingga semakin sulit untuk menyebutkan kata-kata seperti sebelumnya. Selanjutnya Dinar menjalani pemeriksaan Brain Evoked Response Auditory (BERA/ pemeriksaan pendengaran yang dilakukan pada anak umur 1-3 tahun). Alhamdulillah, hasilnya baik. Tidak ditemukan kelainan pada telinga atau pendengarannya.
Sekarang ini, pada usia 11 tahun, kemampuan bicaranya masih terbatas seperti anak usia 1,5 tahun. Kebahagiaan kami saat Dinar berhasil mengucap kata demi kata mungkin telah lebih awal dirasakan oleh para ibu yang lain. Namun bagi kami tak ada kata terlambat, Dinar memberikan berkah yang tiada terkira. Menurut dokter, sudah ada jenis pengobatan yang bisa mengatasi problem kesehatan seperti yang dialami Dinar. Ini salah satu harapan terbesar kami.
Kami tak pernah lelah berjuang membantu Dinar untuk terus menjalani terapi okupasi, fisioterapi, sensori integrasi 3 kali seminggu dan terapi wicara (oral) 1 kali seminggu, ditambah terapi obat anti kejang setiap hari dan beberapa vitamin untuk meningkatkan fungsi otak.
Pentingnya Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Untuk masalah Pendidikan, kami juga menyekolahkan Dinar pada salah satu sekolah inklusi Elmafaza. Disana banyak teman-teman anak yang normal dan beberapa ABK. Di sekolah diajarkan pembiasaan yang baik, mulai dari hafalan surat pendek, salat dhuha, hadis, mendengarkan cerita, dan aktivitas lainnya. Meskipun ABK, tetapi teman – teman lainnya yang normal saling menyayangi.
Kami sadar bahwa Pendidikan Agama tidak cukup di sekolah saja, jadi peran orang tua di rumah sangatlah penting. Saat berada di rumah, Dinar bergaul dan bermain bersama adiknya yang sangat mengerti kondisi kakaknya. Alhamdulillah, mereka saling menyayangi.
Dari apa yang kami jalani, kami merasa bahwa untuk mendukung anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya prosesnya dimulai dari orang tuanya lebih dahulu. Orang tua harus memulai dengan menerima kondisi Anak Berkebutuhan Khusus apa adanya.
Sakit itu Penggugur Dosa
Keadaan yang membuat Dinar drop ialah komplikasi saat kondisinya sedang sangat lelah. Dinar sering begadang lalu susah makan, ditambah rewel tidak mau minum obat. Belum lagi adiknya yang juga ingin diperhatikan lebih. Dalam kondisi demikian, saya sering menangis dan berbagi rasa dengan suami. Berdua, kami meyakini dan menjalani pilihan terbaik saat jatuh adalah dengan mendekat padaNya. Berurai air mata, kami mengadu pada yang Maha Memiliki, memohon padaNya segenap kekuatan untuk menjalani amanahNya dalam merawat Dinar. Selepas salat, kami biasanya menemukan lagi semangat yang sempat meredup. Salat membuat semangat kami kembali lagi.
Sebagai seorang ibu yang telah melewati rasa menerima, sabar, dan menangis, saya selalu mengingat dua kalimat yang saya ingat saat Dinar dirawat di kamar bayi PICU rumah sakit, yaitu QS Al Insyirah ayat 5-6. "Di mana ada kesulitan di situ terdapat kemudahan" dan "sakit itu penggugur dosa", menjadi bekal keyakinan kami yang tak terbatas. Banyak hal positif lain yang membuat kami selalu bersemangat. Perkembangan Dinar belakangan ini makin menggembirakan, secara perlahan dia sudah bisa mandiri untuk makan dan merangkai kalimat sederhana.
Jangan Sampai Patah Semangat
Memiliki pengalaman dengan buah hati berkebutuhan khusus, saya tidak ingin melihat para orang tua yang senasib patah semangat. Kita harus lebih banyak bersyukur dan saling menguatkan. Di luar sana, masih banyak ABK yang memerlukan dukungan dan perawatan yang intensif dan penuh perjuangan.
Selain itu, banyak kisah yang berkembang saat bertemu orang. Dinar selalu kami bawa kemana-mana. Saat seperti itu, banyak yang bertanya tentang usia dan kebisaan Dinar selama tumbuh kembangnya.
Momen tersebut menjadi peluang saya untuk cerita tentang kondisi Dinar, apa pun yang menjadi penyebabnya. Kadang-kadang tanggapan orang berbeda; ada yang terdiam, ada yang mengiyakan, ada yang membalikkan cerita kondisi saudara teman yang ABK, ada yang menyemangati, dan ada pula yang "ngepuk-puk" biar lebih sabar.
Kini harapan terbesar kami adalah melihat Dinar tumbuh menjadi anak mandiri yang memiliki karakter. Kami ingin Dinar menjadi manusia yang utuh dengan segala ketidaksempurnaan yang menjadikan manusia sempurna. Sekuat dan semampu kami, kami ingin Dinar menjadi pribadi penuh percaya diri, mampu memberdayakan diri sendiri, menjadi pribadi yang patuh dan taat pada Allah SWT, dan bermanfaat bagi sesama.
Semoga cerita ini bisa memberikan sedikit pencerahan kepada para orang tua diluar sana, agar tetap semangat mendidik dan merawat titipan Allah. Isya Allah mereka adalah ladang pahala untuk kita nantinya. Aamiin