(Praktik Baik Pembelajaran PAI di SMAN 1 Cijeruk)
Oleh: Sudarjat, M.Pd
Guru PAI SMAN 1 Cijeruk
“Ridho Allah berada pada ridho orang tua, murka Allah berada pada murka orang tua”
Siang itu, cuaca begitu panas. Sinar mentari yang bersinar terang memancarkan panas yang begitu menyengat. Di sebuah kelas yang bertempat di perpustakaan sekolah, karena kelas yang digunakan sedang di setting untuk kebutuhan Ujian Nasional Berbasi Komputer. Kelas XII MIPA 4 yang menempati ruangan yang di setting tersebut akhirnya harus belajar di ruangan perpustakaan.
Pengalaman belajar yang berbeda dari satu semester sebelumnya dirasakan oleh mereka. Mereka duduk lesehan di lantai. “Prak-prak-prak” suara sepatu guru Pendidikan Agama Islam kelas tersebut membuat kebisingan kelas tersebut menjadi hening. Samar-samar terdengar dari dalam ruangan tersebut, “Hus..hus.. guru..guru..”
“Assalamu’alaikum..” suara mengucap salam yang keluar dari guru Pendidikan Agama tersebut. “Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuuuh..” jawab anak-anak serempak.
Hari itu guru tersebut, duduk dengan begitu santai di hadapan para siswa. Hal ini membuat para siswa merasa aneh. Guru yang dikenal sebagai sosok yang begitu tegas, hari ini terlihat begitu santai. Setelah guru tersebut mengabsen kehadiran siswa-siswinya, beliau membuka pelajaran. “Ok.. anak-anak, hari ini kita tidak belajar. Kita akan bermain-main” bukanya disambut dengan tepuk gemuruh para siswanya.
“Baiklah sekarang silahkan keluarkan Handphone kalian!” perintah guru yang disambut dengan keragu-raguan para muridnya mengeluarkan handphonenya. “Ulangan ya pak?” tanya salah satu siswa dengan wajah berharap jawaban yang menyenangkan. “Keluarkan saja dahulu” pinta guru.
“Sudah siap?” tanya pak guru meyakinkan.
“Ok. Sekarang pilih salah satu teman kalian sebagai pasangan!” perintah guru yang disambut dengan keriuhan para siswa untuk memilih pasangan masing-masing. "Sekarang, silahkan berhadap-hadapan dengan pasangan kalian. Perhatikan wajah pasangan kalian. Perhatikan dengan seksama dan ingat-ingat kejadian lucu yang pernah kalian alami bersama!” perintah pak guru. perintah tersebut sontak membuat kelas begitu riuh dengan tertawanya para siswa, sampai ada siswa yang terpingkal-pingkal mengingat kejadian lucu yang pernah mereka lalui bersama pasangannya. Setelah suasana agak sunyi, pak guru melanjutkan bicaranya. “Ok.. sekarang silahkan kalian selfi bersama dengan pasangan masing-masing. Buat foto yang bisa kalian kenang 10 tahun yang akan datang!” perintah pak guru diikuti dengan keriuhan para siswa foto selfi bersama pasangannya masing-masing.
“Sudah?” tanya pak guru.
“Sudah Pak!” seru para siswa.
“Sekarang silahkan kalian buat status dengan tema bersyukur! Boleh di WA, Facebook atau di Instagram. Statusnya bebas, yang penting temanya bersyukur.” Pak guru menjelaskan.
Para siswa sibuk berdiskusi dengan pasangannya untuk membuat status masing-masing. “Yang sudah selesai, silahkan tuliskan status kalian di papan tulis!” perintah pak guru melanjutkan. Pra siswapun bergantian menuliskan status mereka di papan tulis. Terkumpul beberapa status di papan tulis dengan gaya anak-anak milenial. Terdapat status yang menarik perhatian guru. “Senang sekali bisa foto sama Mumu” demikian status yang menarik perhatian guru tersebut. Beliau kemudian bertanya, “ini status siapa?” tanyanya menyelidik. “Saya Pak” jawaw salah satu siswa dengan bangga. “Coba jelaskan ke Bapak, apa yang mendorongmu menulis status ini?” tanya pak guru. “Tidak semua orang di kelas ini bisa foto bareng sama Mumu Pak” demikian jawab siswa tersebut yang memancing gelak tawa para siswa yang lain.
“Baiklah anak-anak, sekarang kembali berhadapan dengan pasangan kalian. Ingat-ingat sama kalian apa kebaikan yang pernah dilakukan teman kalian yang patut kalian berterimakasih kepadanya. Ucapkan terimakasih kepada teman kalian!”
Para siswa kemudian saling berucap terimakasih kepada teman-temannya, bahkan ada beberapa siswa perempuan yang saling berpelukan.
“Baiklah.. hari ini kita akan membahas Q.S. Lukman ayat 13-14 tentang bersyukur. Bersyukur adalah berterima kasih. Kepada siapa pertama kali kita harus bersyukur atau berterimakasih?” tanya guru memulai pembelajaran. “Allah Pak” seru para siswa. “Terus siapa lagi?” lanjut pak guru. “Orang tua pak” kembali beberapa siswa menjawab.
“Kenapa kita harus berterimakasih kepada Allah dan kepada orang tua?” tanya pak guru selanjutnya.
“Karena Allah memberi kita nikmat yang banyak, Pak” jawab seorang siswa.
“Kenapa kita harus berterimakasih kepada orang tua?” tanya guru melanjutkan.
“Karena jasanya, Pak” siswa yang lain dari belakang berteriak.
“Cakep.. apa saja jasa orang tua untuk kalian?” tanya pak guru.
“Banyak pak.. tidak terhitung..” jawab para siswa. “Sekarang.. Agar kita dapat berterimakasih kepada orang tua kita dengan baik. Kita akan lihat apa saja jasa orang tua kepada kita. Silahkan kalian tuliskan jasa-jasa orang tua yang banyak itu satu-persatu di buku tulis kalian!” perintah pak guru. “Bapak beri waktu 10 menit.” Pak guru melanjutkan.
Sesaat kelas menjadi hening. Setiap siswa sibuk dengan kesibukannya masing-masing menuliskan jasa orang tuanya di buku catatan. Terlihat beberapa siswa perempuan sudah mulai mengeluarkan air matanya.
“Ok.. waktu menuliskan jasa orang tua selesai. Sekarang pilih satu jasa orang tuamu yang paling berkesan buat kamu. Pengorbanan orang tua untuk kamu, yang ketika kamu ingat itu, kamu menjadi merasa berdosa kepada orang tuamu. Bisa dipahami?” pinta pak guru.
“Bisa Pak” jawab anak-anak serempak.
“Ok.. silahkan. 1 menit.” Jelas pak guru.
Suasana kelas menjadi penuh haru siang itu, manakala sang guru memanggil satu persatu siswa untuk menyampaikan di depan kelas, jasa orang tua apakah yang paling berkesan buat mereka.
“Ibu saya meninggal saat melahirkan saya Pak.” Salah satu anak perempuan menyampaikan di depan kelas diiringi dengan tangis yang meledak. Sontak semua siswa di kelas tersebut, sibuk menyeka air mata yang keluar.
“Bapak saya patah kakinya dan lumpuh sampai saat ini, karena tabrakan setelah mengantar saya sekolah” salah seorang siswa yang lain menyampaikan sambil terbata-bata.
“Orang tua saya menyembunyikan kesedihannya di hadapan kami anak-anaknya, hanya agar saya dan adik-adik saya bahagia. Padahal saya tahu, orang tua saya sangat sedih” siswa yang lain menyampaikan diiringi dengan tangisan yang tidak terbendung.
Satu jam yang penuh dengan keharuan dan aura positif terjadi di kelas tersebut. Satu per satu siswa maju ke depan dengan segala kesah yang membuat kelas menjadi haru dan penuh dengan kebaikan.
“Baiklah.. sekarang terbayang, kenapa kita harus berterima kasih kepada orang tua kita?” pak guru menutup sesi penyampaian jasa orang tua.
“Sekarang silahkan siapkan kertas yang paling baik untuk menuliskan surat cinta untuk orang tua kalian. Bapak sudah siapkan amplop. Setelah beres, silahkan kalian masukkan surat kalian ke dalam amplop yang nanti akan bapak bagikan. Tuliskan alamat orang tuamu dangan jelas di amplop tersebut. Bapak akan meminta anak-anak OSIS untuk mengirimkan surat tersebut ke alamat rumah kalian.” Jelas pak guru.
“Silahkan kalian cari posisi yang nyaman untuk privasi kalian. Tumpahkan rasa cinta kalian kepada orang tua kalian dalam surat tersebut” perintah pak guru diikuti dengan berpencarnya para siswa mencari tempat menulis surat cinta untuk orang tua mereka.
Pemandangan kelas kembali hening, hanya suara tangis lirih yang mewarnai setiap pojok kelas. Beberapa anak perempuan terlihat terus menerus menyeka air matanya dengan tisu. Terlihat pula surat yang ditulis oleh mereka basah dengan air mata yang mengalir dari rasa penyesalan dan cinta mereka kepada orang tuanya.
Hari yang sungguh akan ditemui oleh para siswa di sekolah itu sekurang-kurangnya dua kali selama mereka bersekolah, menjelang peringatan hari Ibu dan pada materi bersyukur di kelas XII. Sebuah strategi pembelajaran pembentukan karakter syukur dan patuh kepada orang tua sebagai tanda terimakasih mereka kepada orang tua.
Editor: Saiful Maarif