Anak Sebagai Permata dan Anugerah Terindah

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)





Oleh Emi Indra

(Guru PAI SMPN 1 Palu)

Kehadiran seorang anak dalam rumah tangga adalah dambaan bagi setiap orang tua. Rumah yang di dalamnya tidak terdengar celoteh anak-anak  terasa sunyi dan hampa. Anak adalah titipan Allah yang harus kita jaga, didik, dan besarkan dengan penuh kasih sayang, karena anak akan menjadi tanggung jawab kita di dunia dan akhirat.

Mengapa kita harus mendidik anak dengan penuh cinta? Inilah pertanyaan yang perlu kita gali bersama, agar anak yang kita lahir-besarkan menjadi anak yang juga mencintai kita sebagai orang tuanya. Anak yang telah dititipkan Allah ke kita, kelak akan hidup mandiri dan lepas dari orang tuanya. Oleh karenanya, orang tua harus memberi bekal keimanan yang kuat dan koridor aturan yang memadai untuk menjalani kehidupan.

Terdapat sebuah Hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah, yang artinya: “Muliakanlah anak-anak kalian dan ajarilah mereka tata krama". Hadis ini memberi petunjuk kepada orang tua agar selalu mendampingi anak-anaknya dengan memuliakan dan mengajarkan tata krama kepada mereka.

Dalam Islam, mendidik anak dimulai sejak dari dalam kandungan. Ketika sang ibu mengandung, calon ayah harus sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan jiwa istri. Awal pembentukan diri seorang hamba bukan hanya ketika sudah hadir di bumi saja, namun dimulai sejak dari alam rahim.

Jika sejak dari dalam kandungan jabang bayi diperlakukan dengan penuh cinta, maka kelak jiwanya pun akan penuh cinta. Ibarat bercocok tanam, bila kebaikan yang ditanam, maka kebaikan pula yang akan dipetik.

Setelah anak lahir, Ibu adalah madrasah pertama dalam mendidik anak; Ibu harus mampu memberikan pendidikan akhlak dengan cara memberi teladan, sedangkan Bapak, sebagai kepala keluarga, menjadi kepala madrasah. Dalam relasi tugas seperti ini, ayah dan ibu harus bisa seiya-sekata dalam membesarkan anak.

Rentang usia 0-7 tahun merupakan dasar dalam mendidik. Seumpama pohon, masa ini merupakan akarnya. Bila sebuah pohon memiliki akar yang baik, maka pohonnya akan menjulang tinggi ke atas langit dengan baik, bahkan menghasilkan buah yang manis dan lezat.

Menurut Wawan Herman (dalam bukunya, Golden Parenting: Pengasuhan Keemasan di Era Millenial, 2019), usia 0-7 tahun adalah imprint period, yakni masa di mana tindakan orang tua adalah ribuan kata-kata.

Dalam periode ini, bisa jadi seorang anak tidak langsung melakukan apa yang orang tua tunjukkan, tapi semua itu akan terekam dan tertanam di hati atau di alam bawah sadar mereka. Ada kalimat bijak yang dikatakan oleh Abraham Lincoln berabad yang lalu, “action speaks louder than thousand words”: tindakan jauh lebih berdampak beribu kali lipat dari sekedar kata-kata.

Dalam proses tumbuh kembang anak, teladan yang terbaik dari orang tua adalah hal yang paling utama bagi mereka. Sayangnya, sebagaimana yang sering kita jumpai sekarang ini, kebanyakan orang tua menjejali anaknya dengan seribu nasihat, menjadi over dosis nasihat. Mulai dari bangun tidur sampai anak tidur lagi, semuanya penuh dengan nasihat. Pertanyaannya, apakah nasihat itu masuk ke hati? Sepertinya, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.

Momen Tertentu

Dalam bukunya, Cara Nabi Mendidik Anak (terj., 2010), Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid menyampaikan bahwa menasihati anak perlu momen tertentu, misalnya saat dalam perjalanan, saat makan bersama, saat anak sedang sakit, dan saat anak menjelang tidur. Dalam kondisi ini, anak akan cepat mencerna apa yang disampaikan kepada mereka.
Sejalan dengan momen tertentu, para ahli menyebutkan bahwa menasihati anak menjelang tidur merupakan waktu yang sangat bagus. Mengapa demikian? Karena gelombang otak anak berada pada posisi alpha yang berarti relaks, santai, tenang, dan siap menerima input berupa ilmu atau nasihat.

Selain itu, salah satu yang dibutuhkan anak dalam kehidupannya adalah kehadiran kita. Oleh karena itu, sesibuk apa pun pekerjaan kita sebagai orang tua, hendaknya kita meluangkan waktu untuk bercengkrama dengan anak-anak. Kesibukan jangan menjadi alasan untuk mengurangi kebersamaan dengan mereka. Umar bin Khattab pernah berkata: “jangan bilang engkau mencintai umat, sebelum orang terdekatmu merasakan kebaikan yang kamu miliki”.

Usia dini merupakan waktu yang sangat krusial untuk mendampingi menanamkan keimanan anak, membangkitkan kreativitas, dan menumbuhkan empati terhadap sesama. Jangan membuang kesempatan emas ini dengan dalih “sibuk”.

Mari kita luangkan waktu sejenak untuk bercerita, ngobrol, bermain atau menanyakan apa saja aktivitas mereka hari ini. Ingatlah, betapa pun kita hebat di luar sana, dikagumi, ditepuktangani oleh orang-orang di luar rumah, itu semua tidak ada apa-apanya jika kita tidak hadir di hati orang rumah.

Mengeja Cinta

Bagi anak-anak kita, kita tidak bisa hanya mencukupkan diri dengan memberikan materi dengan memenuhi segala kebutuhan mereka, namun yang lebih penting adalah kasih sayang seutuhnya dari kita. Anak-anak lebih membutuhkan kehadiran orang tua daripada hadiah-hadiah yang diberikan. Karenanya, seorang anak membutuhkan cinta dari orang tuanya.

Bagi anak, mengeja cinta bukan dari hadiah, tapi mengeja cinta dari seberapa berkualitasnya waktu yang kita luangkan dalam membersamainya. Kehadiran kita sebagai orang tua tetap yang paling penting bagi mereka. Bagi anak, cinta adalah tersedianya waktu orang tua bagi mereka.

Dalam mendampingi tumbuh kembang anak, keteladanan merupakan kunci utama. Anak adalah behaviour imitator paling unggul, mereka sang peniru sifat dan tingkah laku paling mumpuni. Oleh karenanya, orang tua harus bisa memberi teladan terbaik yang dapat dicontoh oleh anak. Setiap tindak tutur orang tua mengandung pesan nonverbal yang berdampak bagi attitude buah hatinya.

Ada satu hal yang tak kalah penting dalam mendidik anak, yaitu selalu memberikan sugesti dengan kata atau kalimat positif. Anak yang selalu diberi kata-kata positif secara berulang-ulang maka akan tertanam di bawah otak sadarnya hal-hal yang baik, sebaliknya pun begitu.
Perkataan orang tua hendaknya selalu mengandung makna dan menimbulkan rasa. Kata sang bijak “setiap kata mengandung makna, setiap makna mengandung rasa, setiap rasa mengandung prasangka, dan prasangka adalah secepat-cepat doa”.

Semoga kita menjadi orang tua yang mampu mendampingi tumbuh kembang anak-anak kita dengan kualitas waktu terbaik, teladan terbaik, dan kalimat-kalimat positif agar kelak anak-anak kita menjadi anak saleh dan salihah yang kuat imannya, tinggi intelektualitasnya, dan berakhlakul karimah.


Editor: Saiful Maarif



Terkait