Oleh : Drs Asmuni, M.Pd.I (Guru PAI SMPN 1 Kalianda Lampung Selatan)
Artikel ini adalah penugasan mandiri peserta kegiatan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB) Guru PAI SMP yang dilaksanakan di Anyer pada tanggal 20-22 Oktober 2021
Kita tidak pernah menyangka bahwa dunia akan digemparkan oleh Covid-19 yang mematikan. Kita juga tidak pernah membayangkan dampak Covid-19 yang mengahantam semua lini kehidupan, mulai dari dunia pendidikan umum, pesantren, kesehatan, hingga ekonomi dunia. Semua ikut terperosok dengan adanya pandemi Covid-19 ini. Di masa pandemi Covid-19 ini terdapat figur yang selalu sibuk dengan tugasnya setiap hari. Sosok itu adalah Bapak dan Ibu Guru, yang di saat keadaan normal sebelum pandemi covid-19 adalah pendidik/pembimbing siswa yang berada di sekolah baik jenjang TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Menjadi guru, jika dilihat dengan kasat mata saat mengajar di ruang kelas selama tatap muka, adalah pekerjaan yang mudah saja, akan tetapi sekarang masyarakat atau orang tua siswa baru mengetahui bagaimana susahnya menjadi guru di rumah untuk anak sendiri.
Dengan diperpanjangnya sistem Belajar Dari Rumah (BDR) atau pertemuan jara jauh (PJJ) oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, khususnya Kabupaten Lampung Selatan, maka mau tidak mau guru harus menyesuaikan dengan aturan pemerintah. Seperti diketahui, di Kabupaten Lampung Selatan sistem pembelajaran BDR dilakukan dengan 2 metode yaitu daring dan luring. Siswa yang mempunyai handphone smartphone atau alat TIK di rumah bisa mengikuti kegiatan BDR lewat daring bersama dengan guru, akan tetapi untuk siswa yang tidak mempunyai handphone smartphone atau alat TIK di rumah dilakukan dengan metode luring, yaitu dikunjungi oleh guru langsung ke rumah masing-masing siswa dengan protokol kesehatan Covid-19. Dalam proses ini banyak hal dan pengalaman yang didapati oleh guru saat mengunjungi siswa di rumahnya.
Masa Pandemi Covid-19 membuat pola pendidikan berubah. Semula proses belajar mengajar dilakukan dengan tatap muka. Tetapi kini, proses belajar mengajar dilakukan secara jarak jauh dengan memanfaatkan jaringan internet serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Dari segi manfaat, dilakukannya pembelajaran jarak jauh (PJJ) telah menjejakkan proses pendidikan di tanah air ke arah digitalisasi. Namun di sisi lain, hal itu juga menimbulkan hambatan. Bagi daerah yang mengalami kendala akses internet dan ketiadaan gawai, PJJ cukup sulit untuk dilakukan. Selain itu, proses belajar mengajar yang membutuhkan praktek secara langsung juga mengalami kendala.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Sartono menjelaskan, untuk mengatasi hal itu dibutuhkan inovasi khususnya oleh pihak guru dan sekolah dalam memanfaatkan keadaan yang serba terbatas.
Hal itu dijelaskan Deputi Agus Sartono saat memberikan arahan dalam 'Sosialisasi Terobosan Pemanfaatan TIK Sederhana Untuk Mengatasi Hambatan PJJ', secara daring via aplikasi zoom dan dihadiri sebanyak ratusan perwakilan sekolah dari berbagai daerah pada Jumat (kemenkopmk.go.id, 11/12/2020). "Inisiatif dari pihak sekolah sangat diperlukan. Dengan menggunakan tiga pendekatan yang diamanatkan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, konsep 3N, yakni Niteni, Nirokke, dan Nambahi yang berarti mengamati, meniru, dan menambahkan. Pendekatan ini bisa dilakukan di manapun," jelasnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membuat cerdas generasi penerus bangsa dan membentuk karakter bangsa yang berbudaya. Tantangan sebesar apapun harus bisa diatasi dan menjadi tanggung jawab bersama. Semua orang, kata Agus Sartono, harus menjadi guru yang bisa mendidik anak-anak penerus bangsa."Siapa yang bertanggung jawab untuk hal ini? jawabannya adalah guru. Karena itu mari setiap kita menjadi guru. Jadi tidak hanya dosen di perguruan tinggi atau guru di sekolah, kita semua harus menjadi guru," tegasnya.
Pembelajar Mandiri
Pada dasarnya, pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru, tetapi juga tanggung jawab semua unsur masyarakat. Masa pandemi memiliki hikmah untuk membuat semua orang bisa menjadi guru untuk anak-anak agar proses pendidikan tidak terhenti, meskipun terdapat beragam kendala. Pandemi Covid-19 telah memberikan gambaran atas kelangsungan dunia pendidikan di masa depan melalui bantuan teknologi. Namun, teknologi tetap tidak dapat menggantikan peran guru dan dosen dan interaksi belajar antara pelajar dan pengajar, sebab edukasi bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan tetapi juga tentang nilai, kerja sama, dan kompetensi. Situasi pandemi ini menjadi tantangan tersendiri bagi kreativitas setiap individu dalam menggunakan teknologi untuk mengembangkan dunia pendidikan.
Saat ini, pandemi menjadi tantangan dalam mengembangkan kreativitas penggunaan teknologi. Kretativitas tersebut bukan hanya mengenai transmisi pengetahuan, tapi juga bagaimana memastikan pembelajaran tetap tersampaikan dengan baik. Tantangan ini juga menjadi kesempatan bagi semua tentang bagaimana penggunaan teknologi dapat membantu membawa siswa menjadi kompeten menghadapi tantangan Abad ke-21. Keterampilan yang paling penting pada abad ke-21 ialah self-directed learning atau pembelajar mandiri sebagai outcome dari edukasi.
Masa pandemi ini dapat melatih serta menanamkan kebiasaan menjadi pembelajar mandiri melalui berbagai kelas daring yang diikuti oleh siswa. Selain itu, siswa juga dapat bekerja sama satu dengan yang lain untuk menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran serta menghadapi permasalahan nyata yang ada. Situasi ini bukan hanya menjadi tantangan bagi siswa, namun juga para guru. Dalam proses pembelajaran, para guru perlu memastikan siswa memahami materi pembelajaran melalui beragam media.
Pembelajaran daring menjadi tantangan bagi dunia pendidikan terkait situasi Indonesia yang memiliki ribuan pulau. Bagaimana teknologi dapat digunakan, bagaimana kesulitan penyediaan akses internet pada daerah-daerah terpencil, dan bagaimana barang elektronik masih menjadi suatu kemewahan merupakan contoh tantangan ayang harus dihadapi. Ini merupakan tantangan bagi semua pihak. Saat ini, kita harus bekerja menjadikan teknologi sebagai jawaban permasalahan nyata yang terjadi pada siswa yang kurang beruntung dalam hal ekonomi maupun yang berada di daerah-daerah terpencil.
Kondisi pandemi Covid-19 juga memaksa para pemangku kebijakan di bidang pendidikan untuk dapat menyesuaikan diri dalam melaksanakan proses pembelajaran. Penyesuaian ini diwujudkan melalui kebijakan Merdeka Belajar-Sekolah Merdeka (MB-SM), di mana siswa diberikan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih luas dan kompetensi baru melalui beberapa kegiatan pembelajaran di luar program belajar.
Semoga pandemi ini akan segera berakhir, dan kerinduan guru serta siswa untuk bisa melaksanakan pembelajaran di ruang kelas dapat terlaksana.
Editor : Saiful Maarif
Penyiap Bahan: Syaifuddin Zuhri, Sulaiman Darussalam