Oleh : Winarni Wibawati, S.Sos.I GPAI SLB Bhakti Kencana Sleman DIY
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus sejatinya sama dengan anak normal, Anak Berkebutuhan Khusus juga memiliki potensi yang sama bahkan bisa lebih dibandingkan anak normal, apabila semua pihak mau mengelola dan mengarahkannya. Saat ini harusnya tidak ada lagi pembedaan Anak Berkebutuhan Khusus dan anak normal karena setiap anak yang dilahirkan sama di hadapan Allah Swt. Dengan perlakuan yang sama, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mampu berprestasi dan orang tua tidak perlu lagi malu memilikinya.
Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus diberikan agar mereka mengenal Allah SWT. Patut diingat, hukum agama juga melekat bagi mereka dalam batas kemampuan yang dimiliki. Allah Swt tidak membebani makhlukNya kecuali sesuai dengan kapasitas yang dimilki seseorang. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam mutlak diperlukan bagi mereka untuk mengetahui dasar-dasar syari’at Islam, memahaminya, kemudian menjalankan dalam kehidupan sehari-hari.Sistem Pendidikan di SLB sama dengan sekolah umum yang meliputi kurikulum, tujuan pendidikan, pembelajaran, evaluasi pendidikan, siswa, alat pendidikan dan hasil atau lulusan.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB selama ini berjalan dengan mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor: 10/D/KR/2017 Tanggal: 4 April 2017 Tentang Struktur Kurikulum, Kompetensi Inti-Kompetensi Dasar, dan Pedoman Implementasi Kurikulm 2013 Pendidikan Khusus.Kompetensi Dasar Pendidikan Khusus sudah memuat pelajatran Al Qur’an, Fiqih, Tauhid, Akhlak dan pengetahuan terkait Sejarah Kebudayaan Islam. Dengan demikian, mata pelajaran yang ada relatif sama dengan KD di sekolah umum. Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra atau Tunalaras tanpa hambatan penyerta diarahkan untuk menggunakan Kurikulum Sekolah umum.
Suka – duka GPAI SLB
Pada dasarnya, desain pembelajaran PAI sudah sedemikian rupa disusun. Namun demikian, sangat disayangkan hal demikian belum dibarengi dengan hadirnya buku teks pelajaran PAI untuk guru dan siswa di SLB. Hal ini menjadi salah satu kendala pada kegiatan belajar mengajar. Bagi guru butuh kerja ekstra mencari berbagai referensi yang sesuai dengan kurikulum pendidikan khusus mata pelajaran PAI.Tidak berhenti disitu, setelah referensi didapatkan guru harus menyusun bahan ajar untuk disesuaikan pada setiap kekhususan siswa dan menyederhanakan kembali materi tersebut sehingga mudah diterima dan difahami oleh setiap kekhususan.
Guna mempemudah upaya penyampaian materi PAI di SLB, guru membutuhkan media pembelajaran sebagai sarana penunjang. Saat ini masih sedikit media yang tersedia, sehingga guru membuat media sederhana yang didesain, disusun, dan digunakan disesuaikan dengan kondisi kekhususan siswa.Pada pembelajaran Al Qur’an, misalnya, proses pengenalan huruf hijaiyah bagi siswa Tunanetra dengan Tunarungu jelas terasa sangat jauh berbeda. Siswa Tunanetra membutuhkan reglet sebagai media menulis dan membaca, sementara siswa Tunarungu butuh banyak media visual seperti kartu atau poster. Disinilah dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk memenuhi media pembelajaran PAI, seperti Al Qur’an Braille ataupun alat bantu dengar bagi tunarungu.
Guru pada Pembelajaran PAI bagi ABK dituntut memiliki keahlian khusus, selain memiliki kompetensi profesional, kepribadian, sosial, dan pedagogik. Keahlian khusus dibutuhkan dalam memahami karakteristik setiap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang dibimbingnya. Guru mata pelajaran PAI mengampu seluruh jenjang di SLB, mulai dari TKLB, SMPLB, SDLB dan SMALB dengan beragam kekhususan. Kekhususan tersebut diantaranya adalah tunagrahita (mental retardation) atau sering dikenal dengan anak keterbatasan perkembangan, tunarungu wicara, tunanetra atau disebut dengan anak yang mengalami hambatan penglihatan, tunadaksa (physical disability), anak autis, tunalaras, hiperaktif, dan anak dengan kesulitan belajar.Berbagai kekhususan tersebut memiliki keunikan yang harus dipahami betul oleh Guru PAI.
Oleh karena itu, asessmen mutlak dikuasai dan dilakukan sebelum menyampaikan materi dalam pembelajaran. Sebelum masuk kepada materi, guru terlebih dahulu harus mengenali dan memahami bakat khusus setiap peserta didik. Guru PAI harus mau belajar ekstra untuk dapat berkomunikasi dengan siswa tunarungu, memahami setiap kata dan huruf, menggunakan komunikasi bibir ataupun isyarat guna mempermudah siswa memahami materi yang disampaikan guru. Contoh lainnya, guru harus memastikan proses belajar yang tepat bagaimana titik 1,2,3,4,5,6 ditulis dan dibaca agar muncul makna bagi anak tunanetra, mengenal Braille huruf, angka, dan juga hijaiyah. Dengen demikian, pembinaan bagi Guru PAI sangat dibutuhkan guna meningkatkan kompetensi ataupun keahlian dalam mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).Persoalan besar yang saat ini terjadi di SLB adalah realitas sebagian besar guru PAI di SLB tidak memiliki latar belakang keilmuan pendidikan khusus (Guru PAI murni), atau sebaliknya guru Pendidikan Khusus (Guru PLB) mengajar PAI dengan latar belakang pendidikan bukan dari PAI. Hal ini disebabkan tidak semua Sekolah Luar Biasa memiliki guru mata pelajaran Agama Islam.
Sebagai informasi, di Kabupaten Sleman terdapat 29 SLB. 11 SLB telah memiliki guru Pendidikan Agama Islam, sisanya guru kelas yang diberi tugas tambahan mengajar mata pelajaran PAI. Jumlah siswa berkebutuhan khusus di SLB se Kabupaten Sleman (merujuk pada data MKKS SLB Kabupaten Sleman pada Tahun Pelajaran 2020/2021) berjumlah 1.576 siswa dengan berbagai macam ketunaan dan potensi yang dimiliki.Potensi dan Prestasi Anak Berkebutuhan Khusus dalam bidang Pendidikan Agama Islam telah terbukti dengan berbagai penghargaan yang diraih. Hal ini menegaskan satu hal penting, bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada dasarnya mampu tampil, berkompetisi, dan berprestasi.
Editor : Saiful Maarif