Oleh: Epon Maptuhah, M.Ag (Guru PAI SMPN 2 Garut)
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) telah mulai menerapkan kurikulum pendidikan yang baru pada tahun 2022 secara bertahap. Hal itu sebagaimana diungkapkan langsung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI, Nadiem Anwar Makarim, dalam peringatan Hari Guru Nasional Pada 25 Nopember 2021 lalu.
Senada dengan Mas Menteri, Anindito Aditomo, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud-Ristek RI, mengatakan kurikulum prototipe pada tahun 2022 ini bersifat opsional dan fleksibel.
Nino, demikian panggilannya, menyatakan bahwa kurikulum tersebut akan lebih berfokus pada materi yang esensial, tidak terlalu padat materi. Hal ini penting agar guru punya waktu untuk pengembangan karakter dan kompetensi, bukan sekadar kejar tayang materi yang ada di buku teks (Kompas, 09/02/2022).
Kurikulum baru ini ditawarkan sebagai opsi, bukan sebagai kewajiban. Sifatnya tidak wajib dan sekolah tidak akan dipaksa secara masal untuk menggantinya menjadi kurikulum prototipe 2022.
Target dan tujuan kebijakan kurikulum ini adalah untuk mendorong perbaikan kualitas proses dan hasil belajar, fokus utamanya terletak pada pembelajaran. Kurikulum yang disebut lebih fleksibel itu, contohnya, pada jenjang SMA nantinya tidak diberlakukan lagi program peminatan jurusan seperti sebelumnya yakni IPA, IPS ataupun Bahasa.
Namun demikian, sudah lumrah, sebuah kebijakan baru akan menemui pro dan kontra, tak terkecuali kurikulum prototype 2022 ini. Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, menilai wacana penerapan kurikulum baru tidak tepat dilakukan di tengah pandemi Covid-19 (Kumparan.com, 31/12/2021). Ia beralasan, masih banyak masalah substansial lain yang lebih penting diselesaikan.
Masalah lain pendidikan di tengah pandemi ini, Rakhmat membeberkan, adalah banyaknya sekolah di pelbagai penjuru daerah yang masih berjuang memastikan pembelajaran tetap bisa berlangsung kendati sarana dan prasarana terbatas. Menurut dia, Kemendikbud mestinya fokus membantu situasi ini.
Walaupun banyak koreksi di sana-sini dan respons penolakan karena dituding mengulang cerita lama, bahwa setiap menteri atau rezim berganti pasti berganti pula kurikulum, Kurikulum 2022 atau Kurikulum Paradigma Baru sebagai penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2013 ini akan diberlakukan secara terbatas dan bertahap melalui program Sekolah Penggerak.
Tujuh Hal Baru
Pada akhirnya, kurikulum ini akan diterapkan pada setiap satuan pendidikan yang ada di Indonesia, tentu dengan segala tantangannya. Seperti kita tahu, kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 2013 membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pelaksanaannya, bahkan, kurikulum yang inipun belum merata dilaksanakan di setiap satuan pendidikan di Indonesia.
Supaya kita mengenal kurikulum baru yang sudah disosialisasikan secara terbatas di sekolah-sekolah penggerak kita perlu beberapa hal baru dalam kurikulum tersebut. Dari berbagai sumber yang ada, dapat kita simpulkan tujuh hal baru dalam kurikulum paradigm baru ini. 7 (tujuh) hal yang dimaksud itu adalah sebagai berikut:
Pertama, struktur kurikulum. Profil Pelajar Pancasila (PPP) menjadi acuan dalam pengembangan Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian, atau Struktur Kurikulum, Capaian Pembelajaran (CP), Prinsip Pembelajaran, dan Asesmen Pembelajaran.
Secara umum Struktur Kurikulum Paradigma Baru terdiri dari kegiatan intrakurikuler berupa pembelajaran tatap muka bersama guru dan kokulekuler melalui kegiatan proyek. Selain itu, setiap sekolah juga diberikan keleluasaan untuk mengembangkan program kerja tambahan yang dapat memperluas kompetensi peserta didik. Program tersebut dapat disesuaikan dengan visi misi dan sumber daya yang tersedia di sekolah.
Kedua, Capaian Pembelajaran sebagai istilah baru. Hal yang menarik dari Kurikulum Paradigma Baru yaitu jika pada Kurikulum 2013 kita mengenal istilah KI dan KD yaitu kompetensi yang harus dicapai oleh siswa setelah melalui proses pembelajaran, maka pada Kurikulum Paradigma Baru kita akan berkenalan dengan istilah baru yaitu Capaian Pembelajaran (CP).
CP merupakan rangkaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai satu kesatuan proses yang berkelanjutan sehingga membangun kompetensi yang utuh. Oleh karena itu, setiap asesmen pembelajaran yang akan dikembangkan oleh guru haruslah mengacu pada capaian pembelajaran yang telah ditetapkan.
Capaian Pembelajaran disusun oleh pemerintah kemudian diturunkan menjadi Tujuan-Tujuan Pembelajaran (TP), setiap selesai materi keseluruhan alur dari TP-TP tersebut disebut ATP (Alur Tujuan Pembelajaran).
Ketiga, perluasan pendekatan tematik. Pelaksanaan proses pembelajaran dengan pendekatan tematik yang selama ini hanya dilakukan pada jenjang SD saja, pada kurikulum baru diperbolehkan untuk dilakukan pada jenjang pendidikan lainnya.
Dengan demikian, jenjang SD kelas IV, V, dan VI tidak harus menggunakan pendekatan tematik dalam pembelajaran, atau dengan kata lain sekolah dapat menyelenggarakan pembelajaran berbasis mata pelajaran.
Keempat, jam pelajaran. Jika dilihat dari jumlah jam pelajaran, Kurikulum Paradigma Baru tidak menetapkan jumlah jam pelajaran per minggu seperti yang selama ini berlaku pada Kurikulum 2013. Jumlah jam pelajaran pada Kurikulum Paradigma Baru ditetapkan per tahun, sehingga setiap sekolah memiliki kemudahan untuk mengatur pelaksanaan kegiatan pembelajarannya.
Suatu mata pelajaran bisa saja tidak diajarkan pada semester ganjil namun akan diajarkan pada semester genap atau dapat juga sebaliknya, misalnya mata pelajaran IPA di kelas VIII hanya diajarkan pada semester ganjil saja. Sepanjang jam pelajaran per tahunnya terpenuhi, maka hal demikian tidak menjadi persoalan.
Kelima, Fleksibilitas. Sekolah diberikan keleluasaan untuk menerapakan model pembelajaran kolaboratif antarmata pelajaran serta membuat asesmen lintas mata pelajaran, misalnya berupa asesmen sumatif dalam bentuk proyek atau penilaian berbasis proyek.
Pada Kurikulum Paradigma Baru, siswa SD paling sedikit dapat melakukan dua kali penilaian proyek dalam satu tahun pelajaran. Sementara itu, siswa SMP dan SMA/SMK setidaknya dapat melaksanakan tiga kali penilaian proyek dalam satu tahun pelajaran. Hal ini bertujuan sebagai penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Keenam, Informatika sebagai mata pelajaran baru. Jika mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dihilangkan pada KTSP 2013, maka pada Kurikulum Paradigma Baru mata pelajaran ini akan dikembalikan dengan nama baru, yaitu Informatika yang akan diajarkan mulai dari jenjang SMP.
Sekolah yang belum memiliki sumber daya/guru Informatika tidak perlu khawatir untuk menerapkan mata pelajaran ini, karena mata pelajaran ini tidak harus diajarkan oleh guru yang berlatar belakang TIK/Informatika, namun dapat diajarkan oleh guru umum.
Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mempersiapkan buku pembelajaran Informatika yang sangat mudah digunakan dan dipahami oleh pendidik dan peserta didik.
Ketujuh, Integrasi mata pelajaran. Jika mata pelajaran IPA dan IPS jenjang Sekolah Dasar Kelas IV, V, dan VI yang selama ini berdiri sendiri, maka dalam Kurikulum Paradigma Baru kedua mata pelajaran ini akan diajarkan secara bersamaan dengan nama Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sosial (IPAS).
Hal ini bertujuan agar peserta didik lebih siap dalam mengikuti pembelajaran IPA dan IPS yang terpisah pada jenjang SMP. Pada jenjang SMA peminatan atau penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa akan kembali dilaksanakan pada kelas XI dan XII.
Kurikulum baru 2022, yang digali dari pemikiran tokoh pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara, memiliki tiga elemen penting, yakni pembelajaran yang fleksibel, berbasis kompetensi, dan berkarakter pancasila.
Semoga saja kurikulum baru ini bukan kurikulum sementara yang diberlakukan karena pemerintahan dan menteri baru, tetapi merupakan kurikulum berkelanjutan yang lebih berpihak pada pengembangan karakter sebagai jati diri bangsa. Inilah jalan utama yang perlu dituju Kurikulum Paradigma Baru.
Editor: Saiful Maarif