(Wawancara) PAI, Sembilan Nilai Moderasi Beragama, dan Kota Paling Toleran Tahun 2021

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Pontianak (Kemenag) -- Kota Singkawang meraih penghargaan Kota Paling Toleran (peringkat satu) se-Indonesia Tahun 2021 dalam Indeks Kota Toleran 2021 menurut Setara Institute. Penghargaan diserahkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 2022.

Dalam kaitan tersebut, Tim Media Direktorat Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam berkesempatan melakukan kunjungan dan liputan mengenai capaian Kota Singkawang dan memotret langsung kontribusi Pendidikan Agama Islam pada sekolah di dalamnya.

Dalam kunjungan ke Kota Singkawang, informasi dan data terkait penghargaan Kota Paling Toleran Kota Singkawang diperoleh dari kunjungan ke berbagai sekolah dan intitusi terkait. Hadir dalam kunjungan tersebut Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam (PAKIS) Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, Nahruji Sudiman, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Singkawang, Mukhlis, Pengembang Tenaga Pendidikan (PTP) pada Bidang Pakis, Karina, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat PAI Rizky FA dan tim.

Dalam dialog dengan Kepala Wilayah Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, Syahril Yadi, terungkap capaian Kota Singkawang dan insersi nilai moderasi beragama di dalamnya. Dalam dialog tersebut tergambar bahwa capaian Kota Singkawang selaku kota Paling Toleran se-Indonesia in line dan berada dalam semangat yang sama dengan sembilan nilai moderasi beragama.

Berikut wawancara dengan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, Drs. H. Syahril Yadi, M.Si (7/4/2022).

Provinsi Kalimantan Barat memiliki prestasi monumental dalam bidang toleransi beragama. Bulan Maret tahun ini Kota Singkawang didaulat menjadi Kota Paling Toleran se-Indoneisa Tahun 2021 dalam Indeks Kota Toleran yang diselenggarakan oleh Setara Institute. Terkait capaian ini, bagaimana pandangan Bapak mengenai perspektif toleransi beragama di Kalimantan Barat?

Pertama sekali tentu saja capaian ini patut disyukuri. Saya mengucapkan selamat dan terima kasih kepada berbagai pihak, terutama Pemda Kota Singkawang, yang telah bekerja keras dalam meraih penghargaan tersebut. Dalam pandangan saya, kerukunan dan toleransi beragama adalah rangkaian panjang upaya bersama. Toleransi beragama sendiri adalah bagian dari siasat membumikan nilai-nilai Pancasila. Jadi dalam kerangka membumikan nilai pancasila tersebut, kita perlu memanfaatkan berbagai saluran yang relevan dan memungkinkan.

Dalam kaitan sikap moderat tersebut, saya menekankan jajaran Kanwil Kemenag Kalbar untuk selalu mengedepankan pentingnya kesepahaman, kesepakatan, dan konsensus bersama untuk menjadikan Pancasila dan nilai-nilai yang dikandung di dalamnya sebagai kompas bersama dalam mengembangkan toleransi beragama. Konsensus seperti ini merupakan perwujudan nilai i’tidal (tegak lurus).

Penghargaan Kota Paling toleran tahun 2021 tentu sebuah capaian yang sangat membanggakan. Bagaimana sikap dan respons yang tepat dalam menerima penghargaan tersebut?

Saya ingin menggarisbawahi bahwa toleransi beragama adalah buah kerja yang tidak sebentar dan jangan pernah berpuas diri dengan hasilnya. Capaian Kota Singkawang sebagai kota paling toleran se-Indonesia Tahun 2021 adalah sebuah anugerah sekaligus tantangan yang tidak mudah. Capaian selaku kota paling toleran se-Indonesia dengan terang merepresentasikan nilai moderasi beragama, yakni tasamuh (toleran). Masyarakat Kota Singkawang, berdasar penilaian berbagai instrumentasi yang dijalankan, memiliki semangat tasamuh yang demikian kuat mengakar dan terjaga dengan baik.

Di balik capaian monumental tersebut, kita selalu menghadapi cobaan dan ujian kerukunan beragama dan toleransi yang tidak mudah. Raihan selaku kota paling toleran se-Indonesia jangan hanya dilihat sebagai sebuah success story. Selalu ada cobaan, ujian, dan potensi konflik yang sewaktu-waktu mudah meletup. Dalam semangat demikian, saya mengingatkan dan memberikan contoh nyata bagaimana Kanwil Kemenag Kalbar dan warga Kalimantan Barat senantiasa menomorsatukan persatuan dan kesatuan warga dalam membangun nasionalisme atau cinta tanah air (muwathanah) dan sepenuhnya menghindari pilihan kekerasan dalam merumuskan solusi kerukunan (al-laa unf / antikekerasan).

Dalam kaitan ini, penting saya ingatkan agar kita jangan menghentikan langkah dan mencukupkan diri pada capaian penghargaan. Kalimantan Barat pernah mengalami luka konflik yang demikian parah. Luka sejarah ini begitu dalam menggores suasana kebatinan masyarakat Kalimantan Barat. Akibatnya, masyarakat menjadi jenuh dan bosan terhadap konflik yang terjadi. Jangan sampai rasa bosan mereka tidak dapat kita respons dengan tepat.

Dalam konteks demikian, saya melihat luka sejarah yang menggores batin dan emosi warga Kalimantan Barat sebagai akibat konflik sosial. Namun demikian, luka sejarah tersebut dialihkan menjadi menjadi energi bersama untuk membangun rekonsiliasi (ishlah) dan membangun kebaikan untuk kepentingan bersama.

Lalu apa kiat dan upaya yang ditempuh Kanwil Kemenag Kalbar dalam menyikapi potensi konflik dan kebosanan warga tersebut?

Kita terus mengembangkan komunikasi dengan semua pihak terkait. Komunikasi ini menjadi sarana efektif untuk menangkal potensi konflik yang ada. Terlebih, saat ini masyarakat sangat dimudahkan oleh adanya teknologi informasi yang pada satu sisi memiliki daya rusak yang sangat kuat terhadap kebersamaan. Saat ini mudah sekali berita-berita yang tidak bertanggung jawab yang beredar dan berusaha mengusik harmoni dan tata kerukunan yang sudah tercipta.

Komunikasi dan musyawarah warga merupakan bentuk kesediaan untuk berdialog dan bermusyawarah antarsesama warga (asyuro). Musyawarah biasa dilakukan warga di sela kesibukan mereka, bukan hanya dalam rangka merespons potensi masalah yang ada, namun juga dalam upaya makin merekatkan kohesi yang ada.

Dalam mengembangkan atau menemukan kiat yang tepat, salah satu yang kita tempuh adalah membangun Kampung Toleransi. Di Kalbar ada tujuh lokasi kampung toleransi yang di dalamnya banyak terdapat rumah ibadah yang berdiri berdampingan. Berbagai agama dan suku hidup rukun di dalamnya. Kementerian Agama selaku leading sector pada tata kelola kampung toleransi itu.

Motivasi dan kesediaan untuk menjadi imam imam dan mengedepankan kepeloporan dalam promosi moderasi dan toleransi beragama tersebut selaras dengan nilai qudwah (kepeloporan) moderasi beragama.

Dalam mengembangkan kebijakan secara kelembagaan, pada dasarnya kita sudah terikat dengan tugas dan fungsi untuk merawat kehidupan beragama di Kalimantan Barat. Jadi, tugas dan fungsi ini menuntun kita, menjadi koridor kerja kita, untuk membangun toleransi beragama

Capaian selaku Kota Tertoleran se-Indonesia Tahun 2021 meniscayakan adanya kerja sama dalam berbagai sektor, di antaranya Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bagaimana perspektif kebijakan di bidang Pendidikan Agama Islam Kanwil Kemenag Kalbar dalam kaitan capaian Indeks Kota Toleran tersebut?

Dalam konteks Pendidikan Agama Islam kita mencoba menonjolkan pembelajaran yang mengedepankan nilai-nilai kerukunan, gotong royong, dan penghargaan terhadap perbedaan, baik suku, agama, dan sebagainya. Selain itu, kita menekankan upaya menghindari ujaran ujaran yang rawan dan sensitif. Kita mengembangkan satu pengertian bahwa kita adalah satu tubuh dalam bergerak dan berkebijakan dalam mengembangkan toleransi beragama di setiap lini bidang Kanwil Kemenag Kalbar, baik pendidikan, pembimas, haji, dan lainnya. Semuanya mengambil peran dan bekerja bersama, agar ritme, nuansa, dan hasilnya sama.

Saya menilai, masyarakat Kalimantan Barat secara umum dan Kota Singkawang pada khususnya telah sedemikian rupa mengembangkan diri dalam emangat untuk mengedepankan tawasuth (sikap tengah-tengah) yang terlihat dalam tindakan untuk berlaku moderat dalam laku interaksi sosial-beragama di kalangan warga Kalimantan Barat.

Bagaimana insersi, adaptasi, dan pelaksanaan konsep toleransi beragama di Kota Singkawang yang berbasis kebijakan Kementerian Agama Provinsi?

Saya melihat pada dasarnya terdapat kesadaran yang tinggi untuk mengantisipasi meletupnya konflik sosial berbasis intoleransi. Antisipasi ini dikembangkan sedemikian rupa menjadi semacam kearifan lokal yang dikembangkan masyarakat setempat. Hal demikian menjadi modal penting dalam upaya insersi, adaptasi, dan pelaksanaan konsep toleransi beragama di Kota Singkawang.

Dalam konteks demikian, saya ingin memberikan informasi mengenai kontribusi aspek kebudayaan dalam membangun kerukukan dan toleransi warga serta kontribusi Pendidikan Agama Islam di dalamnya. Sebagaimana ditunjukkan SMPN 19 Kota Singkawang, kesenian barongsai yang dimainkan siswa non-Tionghoa dan budaya tundang dalam aktivitas siswa, telah berhasil membangun kesadaran pentingnya penghargaan terhadap budaya (i’tiraful urf/ramah budaya) sebagai nilai terakhir moderasi beragama.

Apa hikmah yang bisa dipetik dari terlaksananya toleransi beragama di Singkawang?

Cara mereka mencapai tingkat kerukunan dalam bentik antisipasi, menurut saya, adalah yang menjadi faktor mendasar daya tahan sosial keagamaan di Singkawang. Dua suku besar Melayu Sambas dan Tionghoa, didukung oleh suku-suku lainnya, memiliki kearifan lokal dalam bentuk sikap antisipatif yang sudah melembaga sedemikian rupa.

Selain itu, perjanjian permanen, saya menyebutnya demikian, dalam bentuk penanaman nilai Pancasila menjadi faktor mendasar yang membentuk kesepakatan bersama untuk menjaga kerukunan. Faktor ini saya kira menjadi aspek fundamental yang bisa diambil dan dijadikan hikmah bersama terkait perlaksanaan dan capaian monumental Kota Singkawang sebagai kota paling toleran se-Indonesia Tahun 2021. Dalam pelaksanaan teknisnya, saya menilai Pendidikan Agama Islam di sekolah telah memberikan kontribusi besar dalam capaian Singkawang tersebut dengan berbagai kebijakan, inovasi, dan praktik baik yang dikembangkan. Saya kira inilah hikmah paling penting yang dapat kita petik bersama.

Editor: Saiful Maarif




Terkait