Oleh: Muslikh Riza, S.PdI
(GPAI SDN 4 Tuban, Kuta, Badung Bali)
Guru Pendidikan Agama Islam merupakan teladan yang digugu dan ditiru, banyak harapan besar ditujukan kepadanya untuk mengusung majunya bangsa lewat pembangunan SDM yang dihasilkan dari proses pendidikan. Posisi guru berada di dan selaku pengawal terdepan yang langsung berhadapan dengan peserta didik dalam pembelajaran. Meskipun teknologi informasi begitu cepat berkembang, namun tugas pokok guru tetap terjaga dan dilaksanakan dengan maksimal. Tugas tersebut terkait dengan proses 5M (merencanakan, melaksanakan, menilai, membimbing dan melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru).
Artinya, kewajiban guru tidak sebatas hanya mengalihkan ilmu semata, akan tetapi juga pada peran pendidikanya sebagai ciri khas yang melekat pada identitas guru Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan integritas kepribadian peserta didik yang berbasis pendidikan karakter. Sedemikian pentingnya kedudukan guru dalam membidangi lahirnya anak bangsa yang berkualitas unggul, dan berakhlak mulia, mantan Mendikbud Muhadjir Effendy menyatakan bahwa: “Meskipun tidak ada rumusan dan kurikulum, guru bisa membuatnya. Kalau tidak ada sarana dan prasarana, guru tetap bisa mengajar meski hanya dilapangan. Kurikulum yang sejati dalam dunia pendidikan adalah guru”.
Posisi guru Pendidikan Agama Islam sangat strategis dalam mempersiapkan SDM Indonesia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab, sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional.
Berbagai terobosan kebijakan dalam bentuk penghargaan, kesejahteraan, dan perlindungan hukum bagi peningkatan martabat guru konsisten digulirkan, di antaranya lahir Undang- Undang Nomor Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan beragam regulasi lainnya.
Di samping itu, bentuk penghargaan lainnya seperti, kesetaraan jabatan dan pangkat bagi guru bukan PNS (GBPNS), Penyetaraan, dan Insentif Guru (Tunjangan Fungsional). Semua bentuk kebijakan tersebut semata-mata agar berdampak positif terhadap profesi guru, misalnya untuk memberikan kekuatan hukum bagi guru PNSD dan guru bukan PNS sebagai tenaga profesional dalam melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan dan mengangkat martabat serta kesejahteraan mereka.
Tanggung jawab guru Pendidikan Agama Islam sangat besar dalam membidani lahirnya insan-insan cendekia yang berkarakter, cerdas secara kognitif, afektif, dan psikomotorik. Insan-insan inilah yang kelak diharapkan dapat membawa Indonesia menuju bangsa yang maju, mandiri, sejajar dengan bangsa besar lainnya di Asia bahkan di tingkat dunia.
Oleh karena itu GPAI harus menjadi Guru Penggerak. Dengan menjadi Guru Penggerak, GPAI akan mendapatkan beberapa hal, diantaranya pengalaman belajar mandiri, kelompok terbimbing, terstruktur, dan menyenangkan. Seorang Guru Penggerak dituntut menemukan solusi tepat guna, untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Ia pun bersikap terbuka terhadap masukan dan gagasan orang lain untuk mencapai solusi yang solid untuk menyelesaikan tantangan yang dihadapi. Tujuan dari program guru penggerak ini adalah untuk memberikan bekal kepada para guru, berupa kemampuan kepemimpinan pembelajaran dan pedagogik sehingga harapannya mereka mampu menggerakkan komunitas belajar, baik di dalam maupun di luar sekolah.
GPAI selaku Guru Penggerak dibutuhkan untuk mempersiapkan generasi yang berakhlak mulia sesuai dengan Profil pelajar Pancasila yang memiliki enam ciri utama, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) merupakan ujung tombak pembinaan kehidupan beragama. Dalam rangka memenuhi tugas tersebut dibutuhkan Guru PAI yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang menjelaskan bahwa guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Selain sebagai ujung tombak pembinaan kehidupan beragama, Guru PAI diharapkan mampu menjadi pelopor pengembangan kehidupan beragama di sekolah dan lingkungan sosialnya, maka perlu penambahan kompetensi guru PAI yaitu leadership dan spiritual selain kompetensi yang telah ditetapkan dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.
Kompetensi Leadership
Pada kelanjutannya, Guru PAI yang mengikuti program guru penggerak sebenarnya harus mengimplementasikan salah satu kompetensi guru PAI, yaitu leadership. Kompetensi Leadership terdiri dari 6 sub-kompetensi yaitu sebagai berikut:
Pertama, GPAI harus memiliki sikap tanggung jawab secara penuh dalam pembelajaran PAI di satuan pendidikan. Di antaranya melibatkan diri dalam tim GPAI di Sekolah untuk mengembangkan model dan media pembelajaran yang lebih kreatif dan menarik serta mengintegrasikan nilai-nilai agama pada setiap subyek mata pelajaran di Sekolah.
Kedua, GPAI mampu mengorganisir lingkungan satuan pendidikan demi terwujudnya budaya yang Islami, yaitu menciptakan lingkungan fisik maupun sosial yang bernuansa Islami di Sekolah, membina pergaulan sosial di lingkungan sekolah untuk terciptanya budaya yang Islami. Serta menerapkan pembiasaan-pembiasaan dalam pelaksanaan amaliah ibadah di Sekolah.
Ketiga, GPAI dapat berperan mengambil inisiatif dalam mengembangkan potensi satuan pendidikan, yakni berperan aktif dalam menentukan visi dan misi sekolah yang bernuansa Islami dan berfikir kreatif dalam menciptakan budaya organsiasi sekolah yang Islami.
Keempat, GPAI patut berkolaborasi dengan seluruh unsur di lingkungan satuan pendidikan. Dalam posisi demikian, GPAI dituntut berperan aktif dalam membangun kerja sama dengan warga sekolah untuk mencapai tujuan sebagaimana tertuang dalam visi dan misi sekolah serta berperan aktif dalam membina hubungan silaturahmi dengan mensinergikan seluruh warga sekolah terciptanya iklim satuan pendidikan yang Islami.
Kelima, GPAI wajib berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan di lingkungan satuan pendidikan dengan melibatkan diri dalam setiap proses pengambilan keputusan di sekolah agar setiap keputusan yang diambil sejalan dengan nilai-nilai Islam dan mengambil peran utama dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ranah agama Islam di lingkungan sekolah.
Keenam, GPAI juga melayani konsultasi keagamaan dan sosial dengan memfungsikan diri sebagai konselor keagamaan di sekolah untuk mengatasi masalah-masalah peserta didik melalui pendekatan keagamaan dan memfungsikan diri sebagai konselor keagamaan di sekolah untuk mengatasi masalah-masalah kependidikan dan sosial melalui pendekatan keagamaan.
GPAI sebagai Guru Penggerak memiliki beragam nilai fundamental, meliputi nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid.
Dalam relasi demikian, nilai-nilai yang terbentuk dalam sosok guru penggerak ditempa melalui pembiasaan secara terprogram dan berkelanjutan. Guru penggerak harus mampu melatih dan merencanakan secara mandiri program penguatan nilai-nilai guru penggerak.
Dalam konteks nilai mandiri, guru penggerak harus mampu membangkitkan motivasi untuk mencari tahu hal-hal yang dibutuhkan untuk mengembangkan profil pelajar Pancasila. Informasi atau teknik pengembangan diri terkait tugas selaku guru penggerak dapat diperoleh melalui curah pendapat dengan guru penggerak lain atau melalui pengalaman nyata dari guru lain dalam menanamkan profil pelajar Pancasila dan kegiatan terkait lainnya.
Didukung dengan sikap diri dan semangat inovatif, kompetensi leadership dapat menjadi motor perubahan dalam memberikan program terbaik dan efisien. Perubahan adalah kunci dari implementasi sebuah inovasi.
Editor: Saiful Maarif