Strategi Pengembangan Karakter Keagamaan Siswa di Era Pandemi Covid-19

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)



Oleh: Ahmad Lukman (MGMP PAI Kab. Pangandaran)


Artikel ini adalah bagian dari penugasan selaku peserta kegiatan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), Deradikalisasi, Moderasi Islam, dan Pengembangan Rohis SMP (Jawa Barat) yang diselenggarakan di Lembang pada tanggal 29 September – 1 Oktober 2021.

Pandemi Covid 19 telah mengubah banyak hal. Hampir seluruh sektor kehidupan mengalami perubahan atau paling tidak terganggu karenanya. Selama setahun lebih, berbagai kegiatan dirumahkan, bahkan dihentikan. Demikian halnya dengan pendidikan. Gedung sekolah banyak yang ditutup sementara. Pembelajaran tatap muka dihentikan dulu. Para guru dan siswa tak bisa bertemu langsung. Orang tua banyak yang meradang, putera-puteri mereka tak bisa “bersekolah”, bahkan, sebagaimana tersebar di media (salah satunya dimuat di kanal https://kapol.id), di Tasikmalaya ada siswi SMP yang dinikahkan orang tuanya karena terlalu lama belajar jarak jauh, yang menurut mereka tak efektif.

Benar, berbagai inovasi dilakukan untuk menyelesaikan persoalan di atas. Salah satunya dengan pelaksanaan pembelajaran dalam jaringan (daring) memanfaatkan teknologi internet. Guru dan siswa bisa bertemu, tetapi hanya di dunia maya, ada yang menggunakan teknologi virtual meeting seperti zoom dan google meet, ada yang memaksimalkan aplikasi percakapan seperti whatsapp dan telegram, ada pula yang belajar bersama dalam kelas maya LMS (Learning Management System) seperti Google Workspace Education atau Rumah Belajar yang disediakan Kemendikbud dan seterusnya. Akan tetapi, hal ini belum menjawab seluruh persoalan. Banyak orang tua terbebani saat harus menyediakan perangkat gawai dan kuotanya, kesenjangan infrastruktur yang terjadi di berbagai daerah, maraknya siswa yang terjerumus kecanduan game online, dan segudang persoalan lainnya.

Pembelajaran jarak jauh tidak mudah dilakukan dan sangat berbeda dengan tatap muka. Siswa tidak melakukan interaksi langsung dengan guru sehingga komunikasi yang terjalin antara guru dan siswa sangat terbatas. Keterbatasan komunikasi inilah menyebabkan keterbatasan dalam menangkap informasi yang diberikan oleh guru, khususnya dalam konteks penanaman karakter.

Banyak orang tua wali dari peserta didik mengeluh pada penulis, bahwa sejak awal pandemi sampai beberapa waktu terakhir, karakter putera-puterinya cenderung kurang baik. Seperti ada yang mulai kurang mampu bersosialisasi dengan sesama, kesopanan menurun, susah diajak komunikasi, apatis terhadap lingkungan sekitar, cenderung asyik dengan gawai dan membantah, kecanduan game online dan adapula yang disinyalir mulai terpapar oleh informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dari rimba maya bernama internet seperti radikalisme dan terorisme.

Hal ini harus diselesaikan dengan segera dan membutuhkan perhatian dari semua kalangan. Seluruh elemen yang berhubungan dengan pendidikan dan anak-anak, baik langsung maupun tidak langsung, harus bahu-membahu melakukan upaya perbaikan sesuai peran masing-masing yang dimiliki. Pemerintah, para tenaga pendidik dan kependidikan, orang tua dan seluruh warga harus saling bekerja sama.

Dalam konteks pemerintah, sampai sejauh ini telah terbukti banyak melakukan upaya penyelesaian. Pemerintah pusat melalui kementerian pendidikan kebudayaan riset dan teknologi (kemendikbud) dan kementerian agama (kemenag) sudah meluncurkan banyak program untuk menangani berbagai persoalan pendidikan selama pandemi. Dari mulai menerbitkan berbagai produk hukum, memberikan bantuan kuota untuk guru dan siswa, menyediakan pelatihan-pelatihan bagi para guru, melakukan penyesuaian program dan seterusnya.

Peran penting guru

Selanjutnya, guru, yang memiliki peran sentral dalam pendidikan anak di sekolah, harus melakukan upaya maksimal memberikan layanan pendidikan kepada para peserta didik sesuai dengan kondisi siswa dan tantangan yang dihadapi. Sebagaimana ditemukan oleh Ahmad Munir Saifulloh dan Muhammad Darwis (2020) dalam tulisannya “Manajemen Pembelajaran dalam Meningkatkan Efektivitas Proses Belajar Mengajar di Masa Pandemi Covid-19”, bahwa guru memiliki peran penting dalam pendidikan dan pembelajaran, baik secara daring maupun luring.

Peran guru tak tergantikan oleh teknologi. Kendatipun informasi sudah berserakan di dunia maya, tetapi ada aspek-aspek penting dalam pendidikan yang senantiasa membutuhkan sosok seorang guru. Terlebih dalam konteks pengembangan karakter keagamaan siswa.

Para guru, khususnya guru agama, bertanggungjawab terhadap perkembangan karakter keagamaan siswa, walaupun dalam masa pandemi Covid 19. Meski waktu bertemu langsung dengan siswa sangat terbatas, tidak boleh dijadikan alasan untuk melepaskan tanggung jawab tersebut. Siswa tidak serta merta bisa mengembangkan karakter positifnya hanya melalui internet, terlebih dengan maraknya bahaya radikalisme yang terdapat dalam internet. Sebagaimana dinyatakan Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., dalam sebuah webinar yang dikutip oleh kanal resmi BNPT, tantangan utama penanggulangan terorisme dan radikalisme di masa pandemi Covid-19 kini muncul di media internet.

Karakter keagamaan peserta didik, yang salah satu indikatornya secara mudah dikatakan sebagai menjalankan syari’at agama dan menjahui larangan-larangan agama (Mahrus:2014), harus terus diupayakan. Pendidikan agama, diyakini dapat memotivasi peserta didik untuk memahami nilai-nilai agama. Sebabnya, pada hakikatnya pendidikan agama merupakan pendidikan karakter. Karena itu, pendidikan agama lebih dititikberatkan pada bagaimana membentuk sikap dan tingkah laku atau karakter keagamaan yang selaras dengan tuntunan agama.

Nilai-nilai karakter keagamaan dalam kondisi Covid 19, yang terdiri dari Nilai Ketuhanan seperti iman dan taqwa, ikhlas, sabar, syukur dan istiqomah; serta nilai kemanusiaan seperti kesopanan, kejujuran, disiplin, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, peduli dan rela berkorban, bisa ditanamkan dengan beberapa strategi dan metode, seperti dengan memberi saluran khusus untuk memahami keagamaan secara teoritis yang benar (bisa menyediakan blog sendiri, konsultasi daring, membuka kolom curhat di media sosial), mengadakan kegiatan keagamaan virtual, melaksanakan proyek sosial berbasis maya atau secara langsung dengan protokol kesehatan yang ketat, menciptakan proyek suasana religius di setiap lingkungan yang bersentuhan dengan siswa yang dilaporkan secara berkala, mengadakan monitoring secara berkelanjutan, dan menjalin komunikasi serta bekerjasama yang baik dengan orang tua/wali. Adapun metode yang bisa digunakan diantaranya dengan mentode anjuran, keteladanan, pembiasaan, larangan, hukuman dan pengawasan.

Nilai-nilai di atas, akan semakin ideal jika dikembangkan dengan bernafaskan semangat moderasi beragama, seperti tasamuh, tawasuth, ta’adul dan tawazun.

Wallahu a’lam

Editor: Saiful Maarif

Pengumpul bahan: Sulaiman Darussalam

Penyelia: Arif Hilaluzzaman




Terkait