Digitalisasi dan Kolaborasi Panduan Kegiatan Keagamaan di Sekolah

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Jakarta (Direktorat PAI) -- Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI sedang menyusun pedoman pelaksanaan kegiatan Kerohanian Islam (Rohis) atau lebih umum disebut dengan Panduan Kegiatan Keagamaan di Sekolah.

Pada Selasa (14/03/2023) di Jakarta, telah berlangsung Focus Group Discussion (FGD) Pedoman Pelaksanaan Rohis di sekolah yang membahas beberapa isu strategis yang akan mempengaruhi kebijakan terhadap siswa-siswi di sekolah dari Kementerian Agama dan Kemendikbudristekdikti. Digitalisasi dan kolaborasi menjadi kunci penting terwujudnya harapan tersebut.

Setidaknya ada dua isu strategis terkait Kerohanian Islam di sekolah yang menjadi perhatian Kementerian Agama, yakni reorientasi dan legalitas Rohis di sekolah. Dua gagasan tersebut terjabarkan lengkap dari dua orang ahli pendidikan, yakni Bahrul Hayat dari UIII dan Achmad Munjid UGM.

Selain itu, diingatkan pula, oleh pemerhati pendidikan dari Wahid Foundation dan Tim Inovasi Kemendikbudristekdikti, tentang pentingnya substansi dan kemasan panduan dimaksud agar bisa lebih diterima oleh generasi milenial dan generasi Z.

"Kita bisa menggunakan istilah yang lebih universal, agar tidak bias ke salah satu agama. Selain itu panduan tersebut juga memuat hal-hal teknis yang mudah dipahami siswa dengan desain yang terbagi dalam klaster-klaster pengembangan diri siswa SMA/SMK," ujar Siti Kholisoh dari Wahid Foundation.

Kemendikbudristekdikti sebagai penanggung jawab utama kebijakan pendidikan di sekolah juga sebenarnya memiliki tujuan serupa dengan Kemenag RI, yakni penguatan nilai-nilai kebhinekaan di sekolah. "Pembahasan lebih lanjut dengan Kemendikbudristekdikti sangat berdampak terhadap output yang diinginkan. Forum Komunikasi antar Rohis sekolah juga dibutuhkan untuk komunikasi dan berbagi pengalaman keagamaan," tambah Siti Kholisoh.

Halim Miftahul Khoiri, santri lulusan George Washington University, memberikan tambahan masukan bahwa persoalan moderasi beragama harus masuk dengan diksi yang lebih kekinian.

"Muatan diksi dan kemasan panduan pun mesti diperhatikan, misalnya panduan dibuat dalam bentuk videografis agar lebih mudah dicerna kapanpun dan dimanapun oleh siswa dan guru. Selain itu, digitalisasi adalah kunci diterimanya sebuah input bagi generasi muda Indonesia yang sudah sangat akrab dengan teknologi," pungkasnya.

Ida Farida, Pengembang Teknologi Pembelajaran pada Subdit SMA, menguatkan kedua argumen ahli tersebut dengan menjelaskan bahwa panduan kegiatan keagamaan di sekolah juga mesti melibatkan manajemen sekolah, seperti kepala sekolah dan guru pembina.

Harapannya, ketika panduan sudah menjadi produk final, maka kolaborasi tripartite antara Kementerian Agama – Kemendikbudristekdikti - Pemerintah Daerah lebih kuat lagi bagi Pendidikan Agama Islam di sekolah. [Syam]



Terkait