Yogyakarta (PAI) --- Pendidikan Khusus adalah salah satu elemen penting dalam kerangka pendidikan Islam dan juga Pendidikan Nasional. Putri Ariani adalah salah satu dari sekian banyak contoh dani bukti keberhasilan pendidikan khusus. Peserta didik dengan kebutuhan khusus adalah anak-anak yang spesial dan unik, sehingga mereka layak diperjuangkan. Begitulah pengantar Kepala Sub Direktorat Pendidikan Agama Islam pada SMA/SMALB/SMK, Adib Abdussomad saat membuka kegiatan “Workshop Pengembangan Bahan Ajar PAI dan Budi Pekerti pada Pendidikan Khusus” pada, 17 Juli 2024 di Yogyakarta.
Dihadapat 40 peserta workshop dari guru Sekolah Luar Biasa (SLB) di sejumlah provinsi, Adib Abdussomad mewakili Direktur Pendidikan Agama Islam, mengatakan bahwa Direktorat Pendidikan Agama Islam (PAI) senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pengajaran dalam pendidikan khusus di Indonesia.
Menurut Adib, pemerintah hadir untuk peserta didik dengan kebutuhan khusu melalui Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sisdiknas pada pasal 32, ayat 1. Dalam ayat tersebut diyatakan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
“Wokshop ini merupakan enrichment atau pengayaan pada pembelajaran pendidikan agama Islam khususnya pendidikan khusus yang selama ini sudah eksis di Indonesia. Dan Alhamdulillah, saat ini Buku Teks Utama Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti tahun ajaran 2024 pada Diksus sudah disusun dan sedang dalam proses editing dan layout. Sebanyak 12 buku berdasar jenjang diharapkan bisa menjadi sumber rujukan utama para guru pendidikan khusus dalam proses belajar mengajar di sekolah,” jelas Adib, pria lulusan Flinders University ini.
Terkait bahan ajar, Adib juga mengatakan bahwa perlu sekali adanya sentuhan-sentuhan khusus dalam dunia pendidikan khusus. “Menurut saya, tulisan-tulisan tentang The Living Qur'an sangat tepat dalam pengayaan pendidikan khusus. Mengapa? Karena anak berkebutuhan khusus sangat membutuhkan kehadiran Al-Qur’an bukan untuk dihafal, akan tetapi untuk membantu menyentuh hati dan mencerahkan jiwanya. Sebagai rujukan, ada sebuah buku yang sangat menarik yakni buku yang berjudul "Bersahabat dengan Takdir", dimana buku tersebut merupakan pengalaman pribadi penulis yang mengalami total blind disability. Berkat sentuhan Al-Qur;an, penulis tersebut justru termotivasi untuk menghafal Al-Qur’an hingga 30 juz (Hafizh) dan sekarang sudah menjadi guru besar bergelar profesor dari UIN Jakarta,” ungkap Adib.
Hadir dalam kegiatan selama tiga hari, 17-19 Juli 2024 empat narasumber utama yang menyampaikan materi terkait pendidikan khusus. Mereka adalah Ahmad Rafiq, Sri Sumarni, keduanya dari UIN Sunan Kalijaga, dan Munawir Yusuf dari Universitas Sebelas Maret dan Falikul Isbah dari UGM.
Di akhir sambutan, Adib berharap kegiatan ini semakin memberikan atensi terhadap Pendidikan Khusus. Salah satu hal yang melatarbelakangi pelaksanaan workshop ini adalah adanya beberapa kendala berupa kekurangan(shortages) guru PAI pada Diksus, sebagaimana dilaporkan adanya sampel di Sleman. Ada 30 SLB dengan hanya 13 guru PAI.
Adib pun berharap adanya komitmen bersama untuk melaksanakan workshop-workshop serupa bagi GPAI SLB, dengan menghadirkan narasumber Guru Besar di bidang pendidikan Islam yang mau turun gunung mendampingi para guru Diksus dan mendukung tersedianya sarana dan prasarana SLB sesuai konteks zamannya.
Adib juga berpesan bahwa selain sebagai sarana silaturahim dan koordinasi pengambilan kebijakan di bidang pendidikan khusus, kegiatan workshop ini juga menjaring masukan-masukan dari guru-guru PAI pada pendidikan khusus demi perbaikan kualitas pendidikan Islam, sehingga hal ini akan berdampak pada pengambilan kebijakan di masa mendatang. (Wikan)