Direktur PAI Jelaskan Hidden Curriculum Pendidikan Agama

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)
Surakarta (Pendis) - Tuntas Baca Tulis Al-Quran (TBTQ) bisa dikatakan program utama sekaligus unggulan Direktorat Pendidikan Agama Islam (PAI) khususnya Subdit PAI SD/SDLB yang berhubungan dengan
pendidikan dasar di sekolah umum.
Direktur PAI, Rohmat Mulyana Sapdi menghimbau guru PAI SD (GPAI SD) dalam kegiatan Workshop TBTQ Angkatan IV di Surakarta, (20/11), untuk serius memperhatikan peningkatan kemampuan baca dan tulis Al-Quran para peserta didiknya. "BTQ adalah kemampuan dasar pada anak sekolah dasar yang teramat penting. Mereka sedang mengalami masa pertumbuhan pesat terutama otak dan syarafnya. Otak anak-anak bisa diibaratkan masih bening, masukan yang baik akan gampang melekat dan anak relatif lebih mudah menyerapnya," kata Rohmat di hadapan 60 peserta kegiatan perwakilan beberapa provinsi. Lebih lanjut, Rohmat menjelaskan keterkaitan antara TBTQ dengan pendidikan agama khususnya PAI. Fungsi agama lebih luas dari TBTQ, karena sesungguhnya pendidikan agama itu menuntut cara pandang yang fungsional, artinya agama diharapkan bisa ikut menyelesaikan masalah sosial yang dialami. PAI bukan hanya written curriculum atau kurikulum yang tertulis dan dipelajari bersama akan tetapi PAI memiliki hidden curriculum atau kurikulum tersembunyi yang memerlukan imitation (pembiasaan) nilai-nilai akhlak di belakangnya. Rohmat menambahkan, ujung dari kurikulum tersembunyi PAI adalah internalisasi nilai-nilai pada diri individu peserta didik. Selama ini manusia mengenal tiga nilai kehidupan yakni nilai etika dengan output BAIK-BURUK yang berlandaskan perasaan, nilai logika BENAR-SALAH, dan nilai estetika INDAH-TIDAK INDAH. Padahal ada satu lagi nilai yang harus menjadi acuan dalam kehidupan yakni nilai theistic atau nilai-nilai ketuhanan yang bersumber pada Al-Quran dan hadits. Kepala Subdit PAI SD/SDLB, Ilham dalam laporannya menyampaikan bahwa pada tahun anggaran 2019 ini, Subdit PAI SD/SDLB menyelenggarakan empat angkatan kegiatan TBTQ dengan menggunakan metode MAHIRO. Metode ini digagas dan diperkenalkan oleh dua narasumber dari Institut Ilmu Quran sekaligus dosen UIN Jakarta Abdul Hakim dan Fatihunnada. Target pencapaian bisa membaca Quran selama 40 hari latihan secara konsisten.

Ilham menyatakan, "Bahwa pengenalan Al-Quran sedari kecil yang diikuti dengan pemahaman yang baik dan benar tentang nilai-nilai Al-Quran akan membentuk peserta didik memiliki sifat wasathaniyah (keseimbangan) dalam berpikir dan bertingkah laku. Hal ini sangat mendukung pembentukan moderasi dalam beragama."
"Moderasi adalah sebuah pandangan beragama yang bersifat seimbang. Tidak ekstrim kanan secara berlebihan yang bisa saja menimbulkan persepsi merasa paling baik dan benar sendiri dalam beragama, atau sebaliknya ekstrim kiri yang memunculkan sikap sekulerisme bahkan liberal yang terlalu menjunjung tinggi kebebasan berpikir," tuturnya.(Wikan/Fix)

Terkait