Ini yang Harus Diketahui oleh Guru PAI terkait Kurikulum Sekolah Penggerak

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Bogor (Dit. PAI) - Isu perubahan kurikulum kembali mencuat di tengah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Kemendikbud melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus sempat mengeluarkan kebijakan penyederhanaan kurikulum nasional, yang ditujukan untuk memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan dalam memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya.

Kebijakan penyederhanaan kurikulum nampaknya tidak berdiri sendiri dan bersifat sementara karena ia bertautan dengan kebijakan lainnya berupa kebijakan Sekolah Penggerak dan kebijakan rekrutmen Guru Penggerak. Melansir dari kemdikbud.go.id tertanggal 5 Januari 2021 dengan tajuk "Kemendikbud Sampaikan Capaian Tahun 2020 dan Sasaran Tahun 2021", Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak merupakan bagian dari Program Organisasi Penggerak (POP). Muara dari POP adalah terealisasikannya gagasan Merdeka Belajar yang digaungkan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim. Lantas, apa yang sebenarnya menjadi arah kebijakan Kemendikbud soal Sekolah Penggerak ini dan bagaimana kaitannya dengan Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti (BP)?

Yogi Anggraena selaku koordinator Pengembangan Kurikulum Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kemendikbud, dalam kesempatan menjadi narasumber kegiatan Program Pengembangan Guru Master PAI SMA/SMK menyatakan bahwa kurikulum yang diterapkan di Sekolah Penggerak nantinya ada persamaan dengan kurikulum 2013 namun ada perbedaannya. Persamaannya adalah sama-sama berbasis kompetensi. Sedangkan perbedaannya terletak pada pengorganisasiannya.

"Kurikulum Sekolah Penggerak masih sama dengan kurikulum 2013, yakni berbasis kompetensi. Namun, pengorganisasiannya memang ada yang berbeda. Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, menetapkan standar proses kurikulum Sekolah Penggerak meliputi struktur kurikulum, capaian pembelajaran serta prinsip pembelajaran dan asesmennya. Yang paling terlihat berbeda dari kurikulum 2013 adalah capaian pembelajaran sebagai pengganti KI dan KD (Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar-red)," terang Yogi, Rabu (01/09/2021).

Capaian pembelajaran diterjemahkan ke dalam kurikulum operasional di tingkat satuan pendidikan, yang disesuaikan dengan karakteristik satuan pendidikan dan daerah setempat. Capaian pembelajaran merupakan integrasi dari kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

"Kalau di kurikulum 2013 ada kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, maka dalam kurikulum Sekolah Penggerak capaian pembelajaran kami satukan ketiga kompetensi tersebut. Capaian pembelajaran disusun berdasarkan fase atau tahapan pembelajaran yang ingin dicapai oleh peserta didik, jadi bukan berdasarkan tahun. Nanti capaian pembelajaran ini diturunkan menjadi kurikulum operasional yang menjadi kewenangan satuan pendidikan untuk menetapkannya. Dimungkinkan antara satu Sekolah Penggerak dengan Sekolah Penggerak lainnya bisa berbeda dalam menerjemahkan capaian pembelajaran," tambah Yogi.

Berkaitan dengan PAI dan BP, Yogi menjamin tidak ada perubahan atau pengurangan jam mata pelajaran. Hanya saja ia menggarisbawahi bahwa pembelajaran dalam kurikulum Sekolah Penggerak terbagi dua, yaitu pembelajaran dalam mata pelajaran dan pembelajaran berbasis projek.

"Jumlah JP (jam pelajaran-red) tidak berubah dari kurikulum 2013. Katakanlah PAI-BP di SMA dan SMK, maka tetap sama rata-rata 3 jam. Di kurikulum Sekolah Penggerak, Kemendikbud hanya menetapkan jumlah JP per tahun, nanti satuan pendidikan yang punya kebijakan untuk mengatur pembagiannya. Sekitar 20-30% JP per tahun dialokasikan untuk pembelajaran projek penguatan profil Pelajar Pancasila yang mengintegrasikan mata pelajaran terkait. Jadi pembelajaran projek bukan hanya satu mapel (mata pelajaran-red), misalkan hanya PAI-BP, tetapi integrasi dari beberapa mapel," ungkapnya.

Yogi menambahkan bahwa ada perbedaan seputar pembelajaran projek penguatan profil Pelajar Pelajar pada jenjang SMA dan SMK. Pembelajaran projek di jenjang SMA, jumlah JP diambil dari JP mapel terkait. Adapun pada jenjang SMK, pembelajaran projek menjadi mapel tersendiri yang terpisah dari mapel lainnya.

"Beda antara SMA dengan SMK, kalau di SMK kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila dan Budaya Kerja menjadi mapel tersendiri, dalam konteks ini artinya terpisah dari JP PAI-BP. Sedangkan di jenjang SMA, mapel PAI-BP wajib mengalokasikan 20-30% JP untuk kegiatan projek," tambah Yogi.

Kegiatan Program Pengembangan Guru Master PAI SMA/SMK diikuti oleh 40 orang Guru PAI perwakilan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PAI SMA/SMK tingkat Provinsi meliputi seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan dilaksanakan selama 3 hari, tanggal 1-3 September 2021 di Hotel Sahira Butik, Bogor, Jawa Barat. Selaku panitia penyelenggara adalah Subdit PAI SMA/SMALB dan SMK, Direktorat PAI Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia.



Terkait