Bogor (Dit. PAI) -- Plt. Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI), Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen), Kemenag RI, Dr. Rohmat Mulyana Sapdi, M.Pd menyebutkan pendidikan agama Islam di sekolah harus bisa menjadi jalan pembuka kemampuan berpikir kritis siswa. Menurutnya, modul PAI sendiri ketika pengembangan, khususnya untuk konten modul PAI pedagogik dua dan profesional satu penting untuk bisa mengembangkan skema yang mampu membuka kemampuan berpikir kritis siswa. Â
“Kemampuan siswa dalam critical thinking tidak hanya akan menjadikan siswa tersebut memiliki sesuatu yang merasa itu sebagai given, tetapi siswa akan memiliki keyakinan bahwa yang given itu ternyata memiliki alasan yang kuat,†terang Rohmat, Kamis (24/6) di Bogor saat menyampaikan pengarahan pada kegiatan Workshop Penyusunan Regulasi Pendidikan Agama Islam: Review Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Pendidikan Agama Islam. Â
Rohmat mengatakan sebenarnya dalam konteks merdeka belajar, kemampuan berfikir kritis siswa itu sangat diperlukan. Anak bisa diarahkan atau dibimbimbing bertanya tentang hal-hal yang dianggap sudah baku (given). Rohmat mencontohkan dalam hal sholat, siswa bisa diarahkan untuk bisa lebih kritis melihat kewajiban sholat bukan sebagai aktivitas yang normal saja dalam Islam.Â
“Siswa bisa bertanya, mengapa kita harus sholat, apa bedanya orang yang sholat dan tidak sholat, setelah dikaji ternyata yang sholat dan tidak sholat lebih bener hidupnya orang yang sholat, akhirnya muncul kesadaran untuk sholat.†ungkap Rohmat.Â
Munculnya kesadaran yang mendalam berdasarkan kemampuan intelektual yang matang ini yang disebut dengan critical thinking, tidak untuk menggugat kebenaran agama tapi untuk menguatkan agama. Rohmat yang sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Ditjen Pendis Kemenag RI juga menegaskan bahwa menciptakan kemampuan critical thinking siswa harus menjadi bahan baku dalam penyusunan modul PKB bagi Guru PAI.
“Jadi hal-hal yang demikian saya kira perlu dipikirkan bagaimana implementasinya dalam pengembangan pedagogik dua misalnya atau professional satu, jadi itu sebenarnya di PKB kan di sekitar itu,†tegas Rohmat.
Dalam kegiatan tersebut hadir pula perwakilan dari Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Yudi Herman. Senada dengan Rohmat, Yudi mengatakan bahwa salah satu program prioritas Kemendikbudristek saat ini adalah Program Guru Penggerak (PGP). Menurut Yudi PGP ini bertujuan untuk melahirkan anak-anak yang memiliki karakter Profil Pelajar Pancasila. Salah satu karakter Profil Pelajar Pancasila adalah mampu bernalar kritis.
“PGP titik tekannya pembelajaran yang berpusat pada murid kemudian menjadi teladan dan mentransforasikannya menjadi profil pelajar Pancasila,†ungkap Yudi.
Selain bernalar kritis, karakter lain yang harus dimiliki Pelajar Pancasila adalah beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia. Kemudian berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, dan kreatif. (Bahrul)