Stafsus Wapres Minta Pimpinan Lembaga Pendidikan Implementasikan Nilai Moderasi Beragama

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Bandung (DitPAI) --- Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia Masykuri Abdillah meminta kepada pimpinan pendidikan dan guru-guru Pendidikan Agama Islam untuk memahami, mendalami, serta mengimplementasikan nilai dan konsep moderasi beragama di lingkungan masing-masing.

Hal ini disampaikan Masykuri dalam Rapat Koordinasi Pendidikan Agama Islam dalam rangka Penguatan Program Moderasi Beragama di Sekolah, Bandung, 24 – 26 Februari2022.

Dikatakan Masykuri, implementasi moderasi beragama didukung penuh oleh negara, hal ini masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024. Oleh sebab itu, implementasi moderasi beragama harus didukung penuh oleh semua pihak agar bisa berjalan dengan baik, karena sebagai bagian dari mengamalkan apa yang ada di Al-Quran.

“Konsep moderasi beragama sejalan juga dengan misi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, dan termaktub dalam Quran surah Al-Baqarah ayat 143,” terang Masykuri Abdillah di Bandung, Jumat (25/02).

Menurut Masykuri, dalam konteks Indonesia moderasi beragama bisa dipraktikkan dalam tiga hal. Pertama, sikap toleransi dalam hubungan antarkelompok masyarakat, terutama dalam masyarakat yang majemuk. Kedua, menerima ideologi dan sistem negara nasional (Pancasila dan UUD 1945) beserta perangkat hukumnya. Ketiga, menerima budaya lokal dan perkembangan zaman disertai dengan upaya-upaya penyesuaian dengan ajaran agama.

“Kita berada di negara yang memiliki kemajemukan, oleh sebab itu pengakuan akan pluralitas agama, budaya dan politik adalah sebuah kewajiban, karena itu semua bagian dari sebuah pemahaman teks Al-Quran dan Hadits serta konteks dan realitas dan dinamika masyarakat secara adil dan berimbang,” tegas Guru Besar Fikih Siyasah UIN Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Menurut Masykuri, Kementerian Agama dan Kemendikbudristek perlu aktif melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan pendidikan agama, dari segi pemahaman guru, penggunaan buku-buku ajar, proses pembelajaran, serta ekstrakurikuler bidang agama. Dalam hal ini, guru yang membidangi pendidikan agama perlu diarahkan kepada pemahaman agama yang moderat, toleran dan berorientasi pada wawasan kebangsaan.

“Masing-masing sekolah perlu bertanggungjawab atas pelaksanaan pendidikan agama dan kegiatan keagamaan, sehingga tidak diisi oleh kelompok luar yang memiliki pemahaman keagamaan yang eksklusif atau radikal,” tegasnya.

Rapat Koordinasi Pendidikan Agama Islam diikuti oleh Kabid PAI, PAKIS dan Pendis pada Kantor Wilayah Kemenag Provinsi se-Indonesia, Kepala Subdit di lingkungan Direktorat PAI, Pengembang Teknologi Pengajaran di lingkungan Direktorat PAI dan di masing-masing Kanwil Kemenag Provinsi, Pengelola Sistem Informasi Pendidikan Islam di masing-masing Kanwil Kemenag Provinsi, serta Operator SIAGA seluruh Indonesia.

Tampak hadir sebagai pembicara lain, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (kemendikbudristek) Anindito Aditomo, serta Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Suyitno. (Mar)



Terkait