Bahrul Hayat: Moderasi Beragama Penting dalam Ranah Pendidikan

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Bekasi (Direktorat PAI) -- Moderasi beragama pada dasarnya sangat berkaitan dengan dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Demikian benang merah materi yang disampaikan oleh Bahrul Hayat, Wakil Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Sumber Daya Manusia Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) (21/4/2022).

Bahrul Hayat menjelaskan hal tersebut di depan 40 peserta kegiatan Peningkatan Komptensi ICT guru dan Pengawas PAI SD/SDLB, Kamis, 21 April 2022 di Bekasi.

“Tujuan Pendidikan agama dalam pendidikan karakter adalah membangun potensi spiritual, akhlak mulia, warga negara yang produktif, dan membangun warga negara yang demokratis. Orang dengan pendidikan agama yang baik akan memiliki prinsip dan keyakinan fundamental yang berperan sebagai justifikasi atas aktivitas seseorang dalam wilayah publik dan sebagai panduan umum bagi perilaku pribadi,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI periode 2006-2014 ini.

Terkait dengan moderasi beragama, Bahrul Hayat mengatakan bahwa sesungguhnya Islam itu sudah moderat berdasarkan tuntunan Al Quran. Ajakan moderasi beragama tertuju pada upaya memahamkan masyarakat agar memiliki pemikiran yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang moderat baik secara individu maupun bersama.

Menurutnya, sekarang Indonesia tengah mendapat ancaman berupa pemikiran dan gerakan keagamaan tertentu. “Di antara gerakan keagamaan yang mengkhawatirkan tersebut adalah gerakan radikalisme keagamaan yang ingin mengubah tatanan sosial secara total. Di samping itu, terdapat aliran yang menyimpang dan sempalan, liberalisme agama, transnasionalisasi gerakan keagamaan yang mengusung khilafah dan imamah, juga gerakan anti-NKRI,” papar Bahrul.

Lebih lanjut, Education Policy Advisor dari lembaga INOVASI (Innovation for Indonesia’s School Children) ini mengingatkan adanya karakteristik radikalisme yang bisa dikenali di masyarakat, misalnya pandangan yang meyakini ajaran agamanya secara buta dan berlebihan sehingga menolak kompromi dengan pihak lain, tidak toleran terhadap perbedaan pendapat, dan menganjurkan kekerasan dalam memperjuangkan paham keagamaannya.

“Sebuah gerakan politik keagamaan disebut radikalisme yang berbahaya jika di dalamnya mengandung tiga unsur yang harus diwaspadai, yakni melanggar nilai-nilai kemanusiaan, melanggar kesepakatan bersama sebagai warga negara, dan mengganggu ketertiban umum,” tukasnya.

Di akhir paparannya, Bahrul mengajak peserta yang terdiri atas guru dan pengawas PAI agar memahami prinsip-prinsip moderasi beragama yang dalam terminologi Islam disebut sebagai prinsip wasathiyah (pertengahan/tengah-tengah). Bahrul menekankan sikap moderat pada diri anak.

“Tanamkanlah pada anak sikap moderat dalam beragama (menerima, menghormati, dan bekerjasama) untuk dapat hidup di dalam masyarakat yang semakin beragam (to live in a diserved society),” pungkasnya. (Wikan)



Terkait