Semarang (Dit. PAI) -- Kualitas isi dan jenis soal ujian sekolah mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sedang dievaluasi oleh para pakar pendidikan Islam dan guru pendidikan agama Islam (GPAI) dalam musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) terpilih dalam kerangka kurikulum merdeka.
Subdit PAI SMA/SMALB/SMK Direktorat PAI bersama para ahli pendidikan Islam dan guru pendidikan agama Islam terpilih dari MGMP Jawa Tengah melakukan diskusi mengenai dua kunci keberhasilan ujian sekolah sebagai alat ukur evaluasi mapel dan pelibatan lebih banyak pihak terkait.
"Biasanya Direktorat PAI monev ke sekolah secara langsung namun kali ini kita bersama membahas soal US PAI baik isi maupun jenis. Selama ini mayoritas soal berupa ujian tertulis namun ada paradigma baru tentang ujian sekolah berbasis proyek di SMA/SMK dan overview dari mapel lain yang juga menerapkan pola yang sama akan memperkuat ijtihad bersama para ahli dan GPAI dalam kompromi penyusunan soal ujian PAI ke depan agar sesuai konteks dan tantangan zaman," ujar Kasubdit PAI SMA/SMALB/SMK, M. Adib Abdushomad.
Adib, alumni Pascasarjana Flinders University ini, mengingatkan tentang beberapa hal. Pertama, tentang isi soal ujian sekolah PAI yang sesuai high order thinking skills (HOTS).
"HOTS menjadi perhatian penting kini. Pengunaan kata kerja operasional sesuai taksonomi Bloom akan meningkatkan kualitas isi soal ujian. Kemudian penentuan proporsi level soal dalam kerangka kurikulum merdeka yang memperkuat kemampuan remembering, understanding, applying, analysing, evaluating, dan creating," jelasnya.
"Dengan HOTS maka keterampilan siswa meningkat tentang pemahaman informasi dan bernalar, bukan sekedar mengingat kembali. Saat ini bajkan sudah ada sebuah software yang mampu mendeteksi apakah tingkat kesulitan sebuah soal itu berstatus rendah atau tinggi sesuai HOTS dan taksonomi Bloom," terang pria yang akrab disapa Gus Adib ini.
Kedua, menurutnya adalah jenis soal yang terbagi dua yakni ujian sekolah tertulis dan ujian sekolah berbasis proyek. Beberapa ujian sekolah berbasis proyek yang diambil sebagai sampel kekinian adalah Proyek Memandikan Jenazah, Proyek Akad Pengantin dan Menikah, Proyek Praktek Salat Berkesinambungan dan Proyek Mengajar di Madrasah Diniyah.
Ketiga proyek tersebut diselenggarakan di SMKN 2 Kota Malang. "Perubahan orientasi jenis soal akan meningkatkan potensi kognitif dan sikap akademik tentang keinginan belajar, otonomi, kolaborasi, sikap toleransi dan sabar (kontrol diri)," tuturnya.
Senada dengan visi Kasubdit PAI SMA/SMALB/SMK, Prof. Fatah Syukur, pakar manajeman pendidikan Islam dari UIN Walisongo Semarang, menyampaikan bahwa evaluasi dan penilaian pembelajaran berakar dari proses pembelajaran dan guru yang baik.
"Dahulu pendidikan Islam dipandang sebelah mata ketimbang pendidikan umum. Akan tetapi, sekarang pendidikan Islam menjadi lebih unggul. Prestasi tersebut diraih karena guru-guru pendidikan agama Islamnya mampu membentuk kualitas pemahaman dan praktek keagamaan Islam di sekolah-sekolah menjadi sinkron dengan problem kehidupan," paparnya.
Peningkatan kualitas isi dan jenis soal ujian sekolah pendidikan agama Islam merupakan dua kunci penguatan kognisi dan literasi, apalagi ditambah dengan sikap diri terhadap lingkungannya.
"Siswa didik saat ini berkelindan antara madrasah dan sekolah umum wajib menjadi perhatian agar posisi dan kontribusi pendidikan Islam di kedua ranah tersebut semakin kuat meningkatkan kualitas peserta didik di masa depan," ujar Fatah Syukur.
GPAI dari MGMP Provinsi Jawa Tengah memberikan masukan agar pembelajaran PAI dan ujian sekolah PAI memperbanyak jenis praktek ibadah sehingga meningkatkan keterampilan beragama, tidak sekedar pemahaman saja.
Mereka merasakan bahwa kisi-kisi soal ujian yang diberikan oleh Kementerian Agama Pusat kurang mengapresiasi ruang keterampilan dalam ujian praktek dan mereka menyarankan agar ada standar baku mengenai evaluasi dan penilaian ujian sekolah PAI. Di ujung diskusi dalam giat Evaluasi Soal Ujian Sekolah PAI SMA/SMALB/SMK Tahun 2023 di Semarang ini, para guru memberikan saran agar aspek kemampuan afektif dan sikap diri dapat dipertimbangkan menjadi faktor penentu kelulusan, tidak hanya sekedar aspek kognitif. [Syam]