Bogor (Dit. PAI) -- Hal paling mendasar tentang status para guru agama adalah bahwa mereka menyandang kedudukan tinggi di masyarakat dan diandalkan. Mereka dijadikan indikator keberhasilan pendidikan sikap, terutama tercermin dari peserta didiknya.
Dalam hal demikian, “Guru agama itu setidaknya memiliki kelebihan tiga kali lipat dibandingkan guru mata pelajaran umum,” kata Direktur Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama, Amrullah (21/6/2022).
Amrullah menyatakan hal demikian dalam kegiatan Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PAI SD/SDLB angkatan 3 yang dilaksanakan di Bogor, 21-23 Juni 2022.
Lebih lanjut, ia menyampaikan peran guru sebagai suri teladan. “Kelebihan berikutnya, guru agama tidak sekadar menyampaikan materi, melainkan harus juga mengamalkan, bahkan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, guru mapel lain dalam mengajar umumnya bertujuan untuk menyampaikan ilmu lewat materi yang disampaikan. Ini kelebihan guru agama nomor dua,” paparnya.
“Kelebihan nomor tiga guru agama,” lanjutnya, “Adalah bahwa GPAI sering dipandang memiliki kemampuan lebih karena harus bisa menguasai banyak ilmu pendukung, seperti Bahasa Arab, fasih membaca Al Qur’an, dan memahami Hadits. Para guru juga harus memahami tentang pengetahuan akidah dan akhlak. Itu sudah setara dengan lima mata pelajaran sendiri.”
Mengingat itu, Amrullah berharap pengembangan potensi GPAI harus lebih dibandingkan guru lain, termasuk dalam pengembangan kurikulum.
“Terkait kurikulum, GPAI harus selalu update. Pengembangan kurikulum adalah upaya memenuhi kebutuhan yang berbeda karena mengikuti perkembangan zaman. Bagi guru PAI, kurikulum adalah bahan ajar. Jika tidak tahu kurikulum, maka tidak ada standar dalam mengajar, sehingga bisa terjadi pembiasan atau perbedaan antara fakta dan harapan,” imbuhnya di depan 30 peserta yang berasal dari perwakilan 21 provinsi di tanah air.
Lebih lanjut, dirinya juga menjelaskan urgensi kurikulum untuk kepala sekolah, siswa, dan masyarakat umum sebagai stakeholder. Bagi kepala sekolah, kurikulum merupakan patokan sejauh mana bahan ajar sudah dikembangkan dalam pembelajaran.
Bagi siswa, kurikulum menjadikan mereka tahu materi yang sudah dipelajari lewat silabus. “Jangan sampai siswa malah tidak tahu apa saja yang dipelajari dan untuk apa mempelajari hal itu,” pungkasnya.
Menurutnya, pengembangan kurikulum termasuk muatan lokal juga bermanfaat di lingkungan masyarakat, para stakeholder termasuk seluruh perangkat sekolah. Dalam hubungannya dengan kurikulum merdeka yang baru dirilis Kemendikbud, ia menegaskan bahwa esensi kurikulum merdeka dan sekolah penggerak adalah semua sumber daya bisa digerakkan bersama untuk tujuan pendidikan.
Sementara itu, Kepala Subdit PAI SD/SDLB, Ilham, sebagai penanggung jawab kegiatan, dalam laporannya menyampaikan bahwa tujuan dari kegiatan yang ini adalah mensosialisasikan kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka Belajar dan insersi program unggulan Kementerian Agama, yaitu Moderasi Beragama dalam Pendidikan Agama Islam melalui para GPAI-nya. (Wikan/Yanto)