Guru PAI Harus Kreatif di Masa Pendemik

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)
Oleh: Mhd. Nasir (Kasi Ketenagaan SMA/SMALB dan SMK Direktorat PAI Ditjen Pendidikan Islam) Teknologi informasi telah berkembang demikian cepat dan masif. Pengaruhnya merambah berbagai lini kehidupan. Pendidikan sebagai bagian dari perkembangan sosial-budaya tak lepas dari pengaruh tersebut. Dahulu, proses pembelajaran masih berkutat pada peran sentral guru, namun untuk saat ini siswa sudah menjadi subyek dari proses pembelajaran tersebut. Pandemi Covid-19 makin menegaskan akan penting dan perlunya teknologi informasi sebagai solusi dan jembatan agar tetap berlangsungnya kegiatan belajar melajar (KBM). Situasi pandemi Covid-19 telah menempatkan peran guru PAI termasuk sebagai salah satu figur penting dalam membangun solusi tersebut. Para guru harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan meskipun peserta didik berada di rumah, kecuali yang masuk zona hijau. Itupun harus mengikuti protokol kesehatan yang ketat dan kontinyu. Karena itu para guru PAI harus kreatif dan mau melakukan inovasi pembelajaran yang merupakan solusi yang perlu didesain dan dilaksanakan dengan memaksimalkan media yang ada seperti media online. Eloknya, para guru PAI secara umum sudah memiliki gagasan dalam menyikapi situasi saat ini, untuk menjaga keberlangsungan proses pembelajaran agar tidak tertinggal dalam kondisi apapun. Wabah Covid-19 menuntut para guru untuk memutar otak, dalam upaya menemukan cara yang tepat dan cepat untuk melaksanakan pembelajaran di era seperti sekarang ini. Guru dapat melakukan pembelajaran menggunakan metode e-learning, yaitu pembelajaran memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Sistem pembelajaran dilaksanakan melalui perangkat komputer yang terhubung dengan koneksi internet. Dengan koneksi ini, guru dapat melakukan pembelajaran bersama menggunakan grup di media sosial seperti Whatsapp, telegram, aplikasi zoom, ataupun media sosial lainnya. Dengan demikian, guru dapat memastikan siswa belajar pada waktu bersamaan, meskipun di tempat yang berbeda. Merubah tantangan sebagai peluang Guru adalah fasilitator untuk mentransfer ilmu  kepada peserta didik. Untuk menghindari kekakuan dan verbalisme dalam mentransmisikan proses tersebut,  diperlukan sebuah media pembelajaran yang menarik agar peserta didik dapat menerima dan memahami apa yang disampaikan guru. Untuk mewujudkan pembelajaran yang menarik, guru dituntut mampu menyajikan pembelajaran yang interaktif dan menarik (joyful learning). Di era digital saat ini, IT merupakan kebutahan pokok. Oleh karena itu, guru jaman sekarang harus mampu dan melek IT agar mudah dalam administrasi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Kemajuan yang terjadi dalam dunia teknologi komunikasi dan informasi memunculkan peluang maupun tantangan baru dalam dunia pendidikan. Peluang baru yang muncul termasuk akses yang lebih luas terhadap konten multimedia yang lebih kaya, dan berkembangnya metode pembelajaran baru yang tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Disadari, distribusi dan kemampuan mengakses jaringan internet masih menghadapi problem digital divide, yakni problem disparitas kemampuan mengakses layanan internet di daerah. Namun demikian, variasi produk dan dukungan teknologi informasi tidak harus melulu dilihat dalam ukuran kualitas akses. Ketersediaan berbagai pilihan produk tersebut harusnya mampu menjembatani kebutuhan utama dan solusi sementara, sampai pada kondisi ideal akses internet mampu dipenuhi oleh kebijakan, dijangkau publik,  dan dinikmati oleh siswa serta warga pendidikan. Dalam konteks ini, pembelajaran daring (dalam jaringan) yang mewujud dalam e-learning dan semacamnya mampu menjadi pilihan yang solutif untuk kondisi saat ini. E-learning secara umum menjadi bagian dari proses pendidikan jarak jauh. Pendidikan jarak jauh bukan metode baru dalam sistem pendidikan. Metode pembelajaran ini telah digunakan di Amerika Serikat sejak tahun 1892, ketika Universitas Chicago meluncurkan program pembelajaran jarak jauh pertamanya untuk tingkat pendidikan tinggi. Metode pembelajaran jarak jauh terus berkembang dengan menggunakan beragam teknologi komunikasi dan informasi termasuk radio, televisi, satelit, dan internet. Pada tahun yang sama John Bourne mengembangkan Asychronous Learning Network Web yang merujuk kepada kemampuan untuk memberikan pendidikan kapan saja dan di mana saja melalui internet. Dalam perspektif regulasi, guru harus memiliki beberapa aspek kompetensi dasar sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat (1) Tentang Guru dan Dosen, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Untuk guru Agama Islam, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 211 Tahun 2011 Tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru, kompetensi tersebut ditambah kompetensi leadership dan  kompetensi spiritual. Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah, diperlukan inovasi dan kreatifitas dari guru untuk dapat menjadikan pembelajaran menjadi lebih menarik minat belajar siswa dan peningkatan kualitas dukungan sistem pendidikan. Salah satu yang kiranya penting dalam konteks ini adalah penggunaan teknologi informasi. Terkait hal ini, Hamza B. Uno dan Nina Lamatenggo dalam Budiman (2017) mengatakan bahwa kecenderungan pendidikan di Indonesia di masa mendatang akan banyak diwarnai modus belajar jarak jauh (distance learning), kerja sama antarlembaga pendidikan dalam sebuah jaringan perpustakaan dan instrumen pendidikan lainnya, dan penggunaan perangkat teknologi informasi interaktif. Strategi pembelajaran e-learning Efektifitas pembelajaran daring mampu menjembatani problem interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Namun ada suatu hal yang perlu disadari oleh kita semua dalam konteks pembelajaran daring, yaitu hilangnya figur keteladanan pada diri guru. Keteladanan guru ke siswa memerlukan proses pemberian contoh langsung, adaptasi, dan pembiasaan dengan bimbingan dan pengawasan langsung dari guru. Guru adalah figur keteladanan kedua setelah orang tua. E-learning berpotensi menjadikan dan membangun pengertian pembelajaran yang cukup berada di layar komputer atau gawai. Menimbang hal tersebut, kiranya diperlukan beberapa strategi untuk proses pembelajaran daring di masa masa Pandemi Covid-19. Pertama, manajemen waktu. Mengatur waktu pembelajaran daring penting dilakukan untuk menjaga fokus dan fleksibilitas pelaksanaan e-learning. Kedua, kesiapkan teknologi yang dibutuhkan. Kesiapan ini memastikan kelancaran dan kesuksesan proses e-learning. Ketiga, serius dan fokus.  Kesalahan yang sering dilakukan siswa, sebagaimana dilansir jurnal Psycology Today adalah tidak fokus ketika melakukan remote learning. Selama melakukan pembelajaran di internet, terdapat banyak sekali distraksi yang menggangu proses pembelajaran. Godaan untuk menonton video, mengakses media sosial, hingga membaca-baca konten berita secara implusif seringkali dilakukan tanpa rencana sebelumnya. Keempat, menjaga komunikasi dengan pengajar dan teman kelas. Dalam proses e-learning, pihak yang terlibat harus menyesuaikan diri untuk terus visible dan berkomunikasi tanggap dengan pengajar atau teman kelas lain. Jika dibutuhkan, perlu juga diadakan grup khusus untuk membahas tugas yang dibebankan pengajar. Kendati tidak harus dilakukan dengan tatap muka, komunikasi mesti terjalin dengan baik untuk menghindari kesalahan pemahaman. Mendikbud Nadhiem Makarim mengatakan bahwa dengan adanya wabah Covid-19 ini kita bisa mengambil hikmah bahwa pembelajaran bisa dilakukan dimanapun. Tidak harus di kelas atau sekolahan. Seperti saat ini guru bisa melakukan pembelajaran melalui daring/online dengan menggunakan tools/perangkat baru. Menurutnya, kita bias mengambil hikmah dari wabah ini, yakni bisa membangunkan keasadaran bagi orang tua bahwa tugas guru itu sangat sulit. Sehingga dengan kejadian ini akan menumbuhkan rasa empati orang tua kepada guru. “Guru, siswa dan orang tua sekarang menyadari bahwa pendidikan itu bukan suatu yang hanya bisa dilakukan di sekolah saja”. Menurut Mendikbud pendidikan yang efektif membutuhkan kolaborasi yang efektif dari tiga hal ini, guru, siswa, dan orang tua. “Tanpa kolaborasi itu, pendidikan yang efektif tidak mungkin terjadi”.

Terkait