Serpong - Kementerian Agama memberikan penghargaan kepada empat Guru PAI yang dinilai berdedikasi, enam orang GPAI, Pengawas serta Dosen PAI yang dinilai berprestasi di Acara puncak Bulan Bakti PAI 2018 di Tangerang (11/12) malam. Penghargaan diberikan langsung oleh Direktur Jendral Pendidikan Islam Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, MA. Pemberian penghargaan tersebut menjadi bukti bahwa Kementerian Agama memberikan perhatian serius terhadap insan PAI.
Kamaruddin Amin, dalam sambutannya mengatakan bahwa penghargaan ini sebagai wahana memotivasi insan PAI yang lain untuk makin meneguhkan komitmennya dalam menjalankan profesi mulianya sebagai pendidik. Pendidik itu bukan pengajar yang hanya menyampaikan pengetahuan. Tetapi pendidik adalah bagaimana merubah cara berpikir seseorang untuk mampu menjadi insan yang berakhlak dan mengetahui kewajiban serta potensinya.
“Mendidik itu bukan hanya mengajar, yang hanya transfer knowladge. Tetapi mendidik yang sejati adalah mengembangkan potensi siswa agar mengetahui kewajiban dan tanggungjawabnya,†kata Kamaruddin menegaskan.
Di kesempatan yang sama Direktur Pendidikan Agama Islam, Dr. Rohmat Mulyana, M.Pd menjelaskan maksud dari pemberian penghargaan ini. "Penghargaan ini merupakan bukti bahwa Direktorat PAI sangat memperhatikan aktor utama pendidikan agama yaitu Guru. Penghargaan Guru PAI berdedikasi dimaksudkan sebagai ejawantah dari ruhul mudarris," paparnya menjelaskan. Rohmat juga menjeladkan bahwa penghargaan kepada GPAI, Pengawas dan Dosen PAI berprestasi dimaksudkan sebagai pengakuan akan penggunaan atthariqah atau metodologi.
“Ada maqalah yang mengatakan bahwa atthariqah ahammu min al maddah, wa al-mudarris ahammu min at-thariqah, wa ar-ruhu al-mudarris ahammu min nafsihi. Metodologi itu lebih penting dari kurikulum, tetapi guru lebih penting dari pada metode. Namun yang lebih penting lagi adalah ruh guru atau passion atau keihlasan guru dalam mengajar itu lebih penting dari guru itu sendiri “ jelas Direktur yang juga dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini.
Penerimaan penghargaan sendiri berasal sari seluruh pelosok Indonesia. Seperti Daim Ulla, seorang Guru PAI yang mengabdi di Sailolof, sebuah pulau yang tergabung dalam gugus Pulau Raja Ampat. Ia mengaku sangat senang dengan penghargaan ini. Daim Ulla yang asli Papua dari suku Maya mengaku belum pernah ke Jakarta dan belum pernah naik pesawat. Kehadirannya untuk mendapat penghargaan ini membuatnya sangat haru.
“Saya berterimakaih atas penghargaan ini, walaupun saya tidak pernah berpikir apa yang saya lakukan ini akan dihargai. Saya melakukan ini sebagai pengabdian kepada masyarakat saya. Dan itu yang saya bisa,†katanya dengan mata berkaca-kaca.
Hal sama disampaikan oleh Hairil Laode Guru PAI di SLB bagian A (Tunanetra). Hairil yang juga tuna netra datang dari Bandung sendiri dengan menumpang Bus dari Cicaheum Bandung. Pria kelahiran Makasar ini mengaku mengajar anak tuna netra harus ekstra sabar. Karena tidak hanya tuna netra, anak anak tersebut juga ada yang memiliki keterbatasan.
“ Walaupun mereka begitu (maksud: tuna netra dan keterbatsan mental), tapi mereka punya potensi dan harus dibimbing. Karena mereka membutuhkan bimbingan,†pungkas Pria yang memberi inspirasi ini.
(bawi/n15)