Kemenag Kembangkan Modul Moderasi Beragama pada Sekolah

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Bogor – Upaya untuk menjadikan agama sebagai inspirasi bukan aspirasi terus dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI. Salah satunya melalui penguatan pemahaman Moderasi Beragama (MB) pada sekolah yang diwujudkan dalam modul MB untuk guru dan siswa di sekolah. Hal ini yang mendorong Direktorat Pendidikan Agama Islam (PAI), Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis), Kemenag RI melaksanakan kegiatan review modul MB yang telah disusun oleh tim penulis modul MB Kemenag RI.

Review modul MB yang dilaksanakan selama tiga hari (24-26/8) di Hotel Salak The Heritage Bogor ini melibatkan beberapa reviewer dari berbagai unsur, diantaranya, Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama periode 2014-2019), Prof. Oman Fathurrahman (Ketua Pokja MB Kemenag RI), Prof. Muhammad Adlin Sila (Kepala Pusat Litbang Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kemenag RI), dan Dr. Mastuki (Plt. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kemenag RI). Selama tiga hari, tim reviewer menyampaikan hasil telaah terhadap empat modul MB untuk disempurnakan sebelum diimplementasikan.  

Dalam mengawali telaahnya, Menteri Agama periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin yang akrab dipanggil LHS, menjelaskan kerangka besar gagasan MB. Menurut LHS, MB pada dasarnya adalah cara pandang, sikap, dan perilaku yang mengajak berfikir adil dan berimbang (tawazzun) dalam beragama. Menurutnya, moderasi beragama yang digagas Kemenag bukan moderasi agama, artinya bukan agamanya yang dimoderasi, tapi cara beragamanya.

“Islam pasti moderat karena datangnya dari Allah, jadi bukan moderasi agama tapi moderasi beragama,” tuturnya.

Ia juga mengingatkan bahwa MB tidak tepat kalau dimaknai untuk menyasar kelompok-kelompok yang ekstrem kanan saja, tetapi MB pada esensinya untuk menegaskan keseriusan kita dalam beragama, karena atas dasar apapun agama tidak boleh merendahkan harkat martabat kemanusiaan dan kemaslahatan bersama.

“MB masih dipahami oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai upaya untuk menyasar kelompok maupun pemikiran yang terlalu ke kanan saja yang cenderung tekstualis, ini yang perlu kita tarik ke tengah untuk dimoderasi,” tegas LHS.

Senada dengan LHS, Mastuki, salah satu reviewer modul MB juga menegaskan bahwa MB bukan antitesa terhadap ekstrimisme maupun radikalisme, MB juga bukan respon terhadap model keberagamaan yang berkembang di masyarakat saat ini. 

“MB diartikan sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku yang bersifat mengantarai, dia beyond terhadap kondisi-kondisi apapun, apa itu yang ke kiri atau ke kanan,” terang Plt. Kepala BPJPH Kemenag. 

Kehadiran modul MB ini penting sebagai upaya Kemenag mendesiminasi nilai-nilai MB khususnya di lingkungan sekolah. Selain itu, penyusunan modul MB ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk meluruskan pemahaman masyarakat terhadap gagasan MB. Masih banyak pandangan di luar bahwa MB yang digagas Kemenag adalah upaya menyerang kelompok Islam tertentu sebagai trend berkembangnya islamobhia. Pandangan yang cenderung mendangkalkan nilai-nilai moderasi beragama ini perlu direformasi.

Oman Fathurrahman, Ketua Pokja MB Kemenag, menjelaskan bahwa salah satu misi utama gagasan MB sebenarnya agar bisa menjadi panduan moral cara beragama dalam bermasyarakat. Guru Besar UIN Jakarta ini juga menegaskan bahwa pemikiran ekstrem kanan yang muncul biasanya karena ekstrem kiri juga muncul, maka kehadiran MB ini menjadi penting untuk memoderasi dua kutub pemikiran tersebut.

Pandangan Oman Fathurrahman ini juga dipertegas oleh Muhammad Adlin Sila, bahwa MB pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengajak dua ekstrem kanan dan kiri ke tengah. Oleh karena itu, beberapa indikator MB yang telah dirumuskan Kemenag melalui Puslitbang memiliki esensi nilai-nilai yang bersifat satu kesatuan dalam rangka menarik ke tengah pemikiran-pemikiran yang cenderung ekstrem. 

“Empat indikator moderasi beragama yang sifatnya satu kesatuan, yaitu, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan adaptif terhadap kebudayaan lokal, memiliki tujuan yang sama, untuk memoderasi pemikiran ekstrem kanan maupun kiri” jelas Adlin.

Empat modul MB yang telah disusun oleh tim modul MB untuk guru dan siswa di sekolah nantinya akan menjadi acuan dalam penyusunan program-program di sekolah agar memuat nilai-nilai moderasi beragama. Para penulis modul MB diantaranya yaitu, Abdul Aziz dan A. Khoirul Anam (modul satu), Agus Muhammad dan Sigit Muryono (modul dua), Ali Muhtarom, Mahnan Marbawi, dan Alai Najib (modul tiga), serta Siti Kholishoh dan Irfan Ale (modul empat).



Terkait