Tangerang (Kemenag) --- Direktorat Pendidikan Agama Islam (PAI) Kemenag mengirim guru PAI ke wilayah perbatasan, pedalaman, dan lainnya. Keberangkatan 74 Guru PAI peserta kegiatan Program Pengembangan Islam Rahmatan Lil ’Alamin dan Perspektif Multikultural ini dilepas oleh Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin di Tangerang, Selasa (27/11).Mereka akan berbagi pengalaman dengan masyarakat di tempat tugas selama sepekan. Ada 37 wilayah, yaitu: Palu, Lombok Timur, Lombok Barat, Asahan, Wonosobo, Sigi, Sumedang, Melawi, Pandeglang, Merangin, Anambas, Pesisir Barat, Donggala, Sumbawa, Musi Rawas, Gorontalo, Sanggau, Lebak, Situbondo, Cianjur, Malinau, Pinrang, Seluma, Lombok Utara, Serang, Kutai Barat, Lamadau, Wonogiri, Dumai, Solok, Polewali Mandar, Parigi Moutong, Bangka Tengah, Lombok Tengah, Tasikmalaya, Waykanan, dan Sulawesi Tengah.
Kamaruddin Amin berpesan agar kesempatan ini dimanfatkan untuk memperkaya kajian keilmuan Pendidikan Islam melalui tulisan. “Tolong direkam dan dicatat aktifitas selama di sana. Dalam hal sederhana seperti membuat status di facebook berupa narasi singkat kegiatan di sana. Itu pasti akan bermanfaat bagi pembaca, karena pengalaman di daerah terpencil pasti akan menarik,†ujarnya.Kamaruddin mengingatkan bahwa selama di wilayah perbatasan, guru akan menjadi sumber yang akan diikuti masyarakat di daerah. “Ini adalah pengalaman yang berkesan, karena kita dituntut menjadi panutan, guidance, referensi, tempat bertanya dan mengadu terkait urusan keagamaan,†ujarnya.
Kamaruddin menyayangkan potensi guru PAI dalam bidang menulis yang belum dimaksimalkan. Sehingga, publik tidak mengetahui pengalaman guru yang beragam dan akhirnya apresiasi kepada guru sangat rendah.“Saya mengkritik kepada guru bahwa kelemahan kita itu adalah tidak menulis apa yang kita lakukan. Padahal guru punya pengalaman yang banyak. Potensi yang ada pada guru tidak di maksimalkan secara proporsional sehingga tidak diapresiasi secara maksimal,†imbuhnya.
Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini mengajak kepada guru-guru untuk memaksimalkan perannya pada kegiatan visiting ini dengan menuliskan pengalaman-pengalaman yang menarik sehingga dapat menginspirasi pembaca. “Saya ingin mengajak agar guru-guru menulis. Apalagi berada 7 hari di daerah terpencil. Ini bisa menginspirasi banyak orang dengan menceritakan pendidikan di sana melalui analisis sosiologi dan etnografis,†jelasnya.
Kamaruddin juga menegaskan agar visitasi guru PAI ke wilayah perbatasan dapat menghasilkan tulisan yang akan bermanfaat bagi masyarakat. “Program ini setidaknya bisa menghasilkan narasi-deskriptif dari 74 guru yang dikirim. Saya kira produk pada ending kegiatan ini adalah tulisan guru yang dilakukan selama di daerah,†tambahnya. Di akhir paparan, Kamaruddin menyemangati guru agar selalu optimis berkarya dan tidak menilai buruk atas karya dan prestasi yang dilakukannya. “Jangan pernah segan untuk menulis. Jangan pernah menilai kualitas menulis. Kita sebenarnya orang terlatih. Kita tidak berkarya karena kita tidak percaya diri,†tutupnya. (Miftah)
Kamaruddin Amin berpesan agar kesempatan ini dimanfatkan untuk memperkaya kajian keilmuan Pendidikan Islam melalui tulisan. “Tolong direkam dan dicatat aktifitas selama di sana. Dalam hal sederhana seperti membuat status di facebook berupa narasi singkat kegiatan di sana. Itu pasti akan bermanfaat bagi pembaca, karena pengalaman di daerah terpencil pasti akan menarik,†ujarnya.Kamaruddin mengingatkan bahwa selama di wilayah perbatasan, guru akan menjadi sumber yang akan diikuti masyarakat di daerah. “Ini adalah pengalaman yang berkesan, karena kita dituntut menjadi panutan, guidance, referensi, tempat bertanya dan mengadu terkait urusan keagamaan,†ujarnya.
Kamaruddin menyayangkan potensi guru PAI dalam bidang menulis yang belum dimaksimalkan. Sehingga, publik tidak mengetahui pengalaman guru yang beragam dan akhirnya apresiasi kepada guru sangat rendah.“Saya mengkritik kepada guru bahwa kelemahan kita itu adalah tidak menulis apa yang kita lakukan. Padahal guru punya pengalaman yang banyak. Potensi yang ada pada guru tidak di maksimalkan secara proporsional sehingga tidak diapresiasi secara maksimal,†imbuhnya.
Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini mengajak kepada guru-guru untuk memaksimalkan perannya pada kegiatan visiting ini dengan menuliskan pengalaman-pengalaman yang menarik sehingga dapat menginspirasi pembaca. “Saya ingin mengajak agar guru-guru menulis. Apalagi berada 7 hari di daerah terpencil. Ini bisa menginspirasi banyak orang dengan menceritakan pendidikan di sana melalui analisis sosiologi dan etnografis,†jelasnya.
Kamaruddin juga menegaskan agar visitasi guru PAI ke wilayah perbatasan dapat menghasilkan tulisan yang akan bermanfaat bagi masyarakat. “Program ini setidaknya bisa menghasilkan narasi-deskriptif dari 74 guru yang dikirim. Saya kira produk pada ending kegiatan ini adalah tulisan guru yang dilakukan selama di daerah,†tambahnya. Di akhir paparan, Kamaruddin menyemangati guru agar selalu optimis berkarya dan tidak menilai buruk atas karya dan prestasi yang dilakukannya. “Jangan pernah segan untuk menulis. Jangan pernah menilai kualitas menulis. Kita sebenarnya orang terlatih. Kita tidak berkarya karena kita tidak percaya diri,†tutupnya. (Miftah)