Bogor (Dit. PAI) --- Guru Pendidikan
Agama Islam (PAI) saat ini memiliki tantangan cukup besar. Selain mendidik dan
membimbing peserta didik agar memiliki pengetahuan agama yang kuat dan karakter
kebangsaan yang baik, guru PAI juga dituntut memiliki karya yang
terpublikasi agar dapat dibaca peserta didik dan masyarakat, baik berupa
cerpen, opini, paper, maupun karya hasil riset.
Hal tersebut disampaikan Direktur PAI
Ditjen Pendidikan Islam Rohmat Mulyana Sapdi saat membuka Program Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PPKB) di Kota Bogor. Program ini diselenggarakan
Subdit PAI pada SD/SDLB selama tiga hari, 24-26 Maret 2021. Dalam Workshop ini,
guru PAI dilatih untuk membentuk diri menjadi penulis produktif.
Rohmat Mulyana Sapdi menyebutkan bahwa
guru PAI memiliki andil cukup besar bagi peserta didik untuk menata masa depan.
Sebagai generasi baru bangsa, peserta didik kenyataannya butuh supporting
system berupa pengetahuan dan spiritual dari guru PAI. Guru PAI tidak
hanya dituntut untuk mengajar, memberikan input pengetahuan peserta didik,
tetapi juga melakukan inovasi dengan memperbanyak baca buku, menulis, dan
melakukan penelitian. “Ada beberapa tipe cara menulis seperti cerpen, paper,
dan riset. Para guru tinggal memilih mau model apa untuk menunjang pengetahuan
dan menjalankan bimbingan terhadap peserta didik,†kata Rohmat Mulyana Sapdi,
Rabu (24/3/2021).
Direktur PAI Rohmat Mulyana Sapdi
menyadari kelemahan sebagian guru PAI dalam menjalankan tugas pembelajaran
peserta didik dan menjaga kenormalan profesinya sebagai guru. Dalam soal
mengajar, semua orang tahu guru bisa mengajar, meski pengetahuan guru harus
terus diperbaharui. Begitu juga dalam meningkatkan profesinya, banyak kendala
dialami para guru PAI karena tidak cepat melakukan pembaharuan. “Guru sudah
seringkali menulis tapi nulisnya di papan tulis; bukan cerpen, paper, atau
melakukan riset,†sambung Rohmat Mulyana Sapdi.
Menurut Rohmat Mulyana Sapdi, para guru
bukan tidak mengerti teori. Teori sudah sering dipelari dari buku, karya di
jurnal, atau diperoleh dalam berbagai workshop. Bagi guru teori menulis sudah
cukup banyak. “Yang susah kan mau menulis. Penyebabnya beragam, misalnya
kesibukan di sekolah, rumah, atau ide tiba-tiba hilang. Setelah tahu teori,
terus ditinggalkan, para guru malas untuk menulis,†tegas Rohmat Mulyana
Sapdi.
Kegiatan PPKB untuk penulisan karya
tulis ilmiah ingin mengatasi masalah tersebut. Pelatihan ini merupakan respons
atas kendala dialami para guru yang diterima Kemenag. Hadir sejumlah narasumber
dan pelatih kompeten, antara lain: Firdaus Wajdi, A Zainal Abidin, dan
Diyah Salsabil.
“Saya berharap kegiatan ini mampu
mentransformasi guru dari sekadar menjadi seorang pendidik di ruang kelas dan
luar kelas, tetapi lebih dari itu membentuk guru memiliki karya yang terpublikasi,â€
pungkas Rohmat Mulyana Sapdi. (YB/PAI)