Serpong (DIT PAI)-- Saat ini hampir sepertiga penduduk Indonesia adalah usia anak. Mereka akan menjadi generasi penerus peradaban yang harus dijaga. Demikian benang merah materi yang disampaikan Ai Maryati Sholihah dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), salah satu narasumber Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), Deradikalisasi, Moderasi Islam, dan Pembinaan Rohis yang diselenggarakan Subdit Paud dan TK di Serpong, 28 - 30 April 2021.
“Anak-anak indonesia harus dilindungi sesuai dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," tegas Komisioner KPAI tersebut.
Lebih lanjut, Ai Maryati menjelaskan bahwa diskriminasi anak ternyata masih terjadi. Dalam catatatan KPAI, hingga kini terdapat sekitar 31 hak anak yang masih terabaikan, misalnya hak untuk mendapatkan makanan, kesehatan, pendidikan, bermain, hak untuk didengar pendapatnya, dan lainnya.
Selain itu, Ai Maryati menjelaskan empat prinsip dasar perlindungan anak, yaitu prinsip non diskriminasi, mementingkan kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup atau kelangsungan hidup dan perkembangan anak, serta penghargaan terhadap pendapat anak.
Disamping itu, dirinya juga menjelaskan perkembangan terkini terkait kejahatan online pada anak-anak. Saat ini masih terdapat berbagai bentuk eksploitasi seksual pada anak secara online. Eksploitasi tersebut dapat berbentuk dalam beberapa modus. Pertama, materi eksplotasi yang menampilkan kekerasan seksual atau eksploitasi terhadap anak. Kedua, grooming atau bujuk rayu untuk tujuan seksual online; ketiga, chatting atau obrolan untuk pemuasan seksual; keempat, sextortion atau pemerasan seksual; dan kelima, siaran langsung kekerasan seksual pada anak.
“Semoga kedepannya Direktorat PAI membuka kelas yang menangani masalah yang berkaitan dengan cyber media,” harapnya. “Penanganan kekerasan dan radikalisme di satuan pendidikan perlu disertai dengan upaya mengenal anak korban kekerasan, disamping mengenali ciri dari sikap dan paham radikalisme. Ciri-ciri tersebut antara lain intoleran, fanatik, revolusioner, dan mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat,” tambahnya.
“Perlindungan anak dari radikalisme dan tindak pidana terorisme dapat dimulai dengan beberapa hal. Pertama, pendidikan tentang penanaman nilai-nilai moral agar hidup aman dan damai. Kedua, pemantapan ideologi pancasila; ketiga, pendidikan nilai nasionalisme tentang cinta tanah air, bangga berbangsa indonesia, serta rela berkorban demi bangsa dan negara,” pungkasnya.
Pada penutup materinya, narasumber berharap banyak pada forum komunikasi guru yang ada. “Mari kita jadikan Forum Komunikasi Guru PAI Paud TK sebagai wadah untuk menampung segala informasi berbagai masalah anak yang ada. Marilah bekerjasama dengan lembaga lembaga perlindungan anak kalau memang dirasa perlu. Di tingkat Kabupaten/Kota, khususnya di Pulau Jawa, terdapat Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Lembaga ini siap melayani pengaduan selama 24 jam” tutupnya. (Hantoro/Wahid/Tim Media PAI)