inprasa  Sabtu, 16 Februari 2019  Add" />

Peran Keluarga Dalam Gerakan Literasi Sekolah Bidang Studi Agama Islam

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)
Peran Keluarga Dalam Gerakan Literasi Sekolah Bidang Studi Agama Islam By inprasa  Sabtu, 16 Februari 2019  Add Comment   Inprasa.com, Pekanbaru - Hasil Peneletian Program For International Student Asessment (PISA) pada tahun 2012 menyebutkan budaya literasi masyarakat Indonesia terburuk kedua dari 65 negara yang di teliti di dunia. Menurut survei BPS, 90,27% anak usia sekolah suka menonton televisi, dan hanya 18,94% yang suka membaca. Menurut Jendral Pendidikan Anak usia dini dan Pendidikan Masyarakat, Kemendikbud Haris Iskandar mengatakan, indek membaca masyarakat Indonesia 0,001, ini artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 (satu) orang yang suka membaca. Terlepas betul atau tidak hasil penelitian PISA dan hasil survei BPS diatas. Allah SWT sejak ribuan tahun yang lalu telah menjelaskan syarat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan adalah harus bisa membaca dan menulis. Dengan membaca akan mendapatkan ilmu pengetahuan, agar ilmu pengetahuan dapat disebarkan maka harus dapat didokumentasikan atau diarsipkan guna disebarkan keseluruh umat manusia, sedangkan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan maka harus ada yang dapat menulis. Syarat mampu menulis setidaknya ada 5 hal yang harus dipenuhi, yaitu:
  1. Objek atau ilmu yang ditulis
  2. Ilmu tentang cara menulis
  3. Alat untuk menulis
  4. Media/alas tempat menulis
  5. Mendokumentasikan yang sudah ditulis

Allah maha besar, Allah maha bijaksana, Allah maha mengetahui. Firman Allah dalam surat Al-Alaq ayat 1 s.d 5, menyebutkan:
  1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan
  2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
  3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha mulia
  4. Yang mengajar (manusia) dengan pena
  5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya
  Dari kutipan surat Al-Alaq ayat 1 s.d. 5 di atas, menginformasikan, sesuatu usaha manusia tidak lepas dari campur tangan Allah, oleh karena itu sebutlah nama-Nya dan mintalah agar aktifitas apapun mendapat ridho-Nya dengan demikian seluruh aktifitas kita akan bernilai sebagai ibadah. Informasi dari surat Al-Alaq, kita harus menyadari asal-usul kita dari mana, mau kemana dan setelah itu kita harus pertanggung jawabkan selama hidup di dunia. Allah sudah memasang Chip pada diri kita, yaitu di dalam hati. Di hati itulah nanti bisa dibuka rekaman selama perjalanan hidup di dunia. Oleh karenanya segala sesuatu yang terekam dengan sempurna tidak ada satu titik kejadian yang terlewatkan. Informasi dari surat Al-Alaq selanjutnya, bahwa perjalanan manusia dalam rangka membedakan manusia terbaik sebagai penciptaan-Nya dengan makhluk lainya. Malaikat sekalipun tidak disuruh belajar, hanya manusia yang disuruh belajar, karena manusia yang sanggup menjadi Khalifah di dunia ini. Agar mampu menjadi khalifah harus menjadi makhluk dinamis. Perintah membaca adalah perintah langsung dari Allah agar manusia terus belajar membaca apa yang terkata dan apa yang tercipta dari Sang Kholiq. Perintah membaca diikuti dengan perintah menulis. Allah menginformasikan kepada manusia, â€œSeandainya lautan dijadikan tinta, pohon dan ranting pada tanaman dijadikan pena sebanyak itu, ilmu Allah tidak akan habis”.   Perintah menulis kepada manusia harus dimaknai, bahwa untuk bisa maju harus membaca dan harus bisa menulis. Dua perintah yang beriringan, yakni perintah membaca dan perintah menulis dimana perintah membaca tiga kali setelah itu perintah menulis mengisyaratkan bahwa tingkat kesulitan untuk bisa menulis setidaknya tiga kali lebih sulit dibanding belajar membaca. “hafal membaca belum tentu hafal menulis, tetapi hafal menulis pasti hafal membaca". Tujuan Permendikbud no. 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti, yaitu:
  1. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan;
  2. Menumbuh kembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga,sekolah dan masyarakat;
  3. Menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga; dan/atau
  4. Menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara keluarga,sekolah, dan masyarakat.
  Penumbuhan Budi Pekerti dapat tercapai, diperlukan dukungan dari para pemangku kepentingan, diantaranya, yaitu:
  1. Siswa
  2. Guru
  3. Tenaga kependidikan
  4. Orangtua/wali
  5. Komite sekolah
  6. Alumni dan/atau
  7. Pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran disekolah harus bekerjasama.
  Tanpa bahu membahu berkerjasama maka sulit Penumbuhan Budi Pekerti akan tercapai. Peran keluarga dalam Gerakan Literasi Sekolah Bidang Studi Agama Islam, penulis tidak akan membahas kemampuan atau kompetisi guru melainkan membahas tentang proses pembelajaran (Learning Process). Para guru Agam Islam dalam penguasaan materi atau konten sudah melebihi standar yang diperlukan. Namun dalam menjalankan proses pembelajaran mungkin masih perlu peningkatan. Dalam Gerakan Literasi Sekolah bidang keagamaan, khususnya Agama Islam penulis akan menyajikan sebuah proses pembelajaran berupa “anak hafal membaca dan menulis JUZ’AMMA. Pembelajaran proses menghafal AL-QURAN sudah berlangsung berabad-abad yang lalu, proses pembelajaran menulis AL-QURAN juga demikian. Proses pembelajaran menghafal dan menulis menghasilkan “anak hafal membaca dan menulis”, dan juga dalam proses pembelajaran ada simpul-simpul peristiwa yang dalam peristiwa itu menghasilkan perubahan perilaku dari anak dari yang kurang baik menjadi baik, kurang disiplin menjadi disiplin, anak yang semula liar, kurang sopan terhadap orang tua menjadi anak penurut dan hormat dengan orang tua dan lain sebagainya. Setidaknya ada beberapa tempat transit agar proses menghafal membaca dan hafal menulis ini menghasilkan hasil “Anak hafal membaca dan hafal menulis Juz yang ke tiga puluh. Transit pertama, saat penandatanganan kartu hafal membaca di depan guru. Transit kedua, saat penandatanganan kartu hafal membaca di depan orang tua, dan Transit ketiga, saat penandatanganan kartu hafal menulis di depan guru. Dan transit keempat saat penandatanganan hafal menulis di depan orang tua. Peristiwa penandatanganan kartu bukti hafal membaca dan kartu hafal menulis di depan guru dan orang tua, merupakan proses pembelajaran yang mempunyai arti cukup luas, karena dalam setiap penandatanganan kartu hafal membaca dan kartu menulis ada suatu peristiwa belajar bersama. Terlebih lagi saat belajar bersama di rumah bersama orang tua, ada sebuah peristiwa penting, yakni kejadian seorang anak harus diuji di depan orang tua bagaimana si anak bisa menghafal membaca dan hafal menulis layaknya seorang mahasiswa diuji di depan dosen pembimbingnya. Peristiwa ini menggambarkan seandainya selama ini anak dan orang tua jarang bertemu dalam rangka mengaji bersama, betapa kikuknya keduanya. Rasa kikuk akan hilang saat program pembelajaran model ini bisa dilaksanakan. Kita bisa menganalisis selama anak belajar bersama menghafal membaca dan menghafal menulis juz ke 30, ada peristiwa penting, yakni proses penandatanganan kartu hafal membaca sebanyak 36 kali dan proses penandatanganan kartu hafal menulis 36 kali, atau 72 kali pertemuan dengan orang tua dalam rangka proses belajar bersama untuk menghafalkan Juz Amma atau Juz ke 30. 72 kali pertemuan antara anak dan orang tua dalam rangka proses pembelajaran menghafal membaca dan hafal menulis inilah yang ingin penulis tekankan. Perlu kita berhenti sejenak dan merenungkan kejadian beberapa bulan ini, tentang perilaku anak-anak yang duduk di bangku SMP maupun SMA yang sudah berani terang-terangan menantang perintah guru, bahkan menantang untuk berkelahi dengan gurunya. Baru-baru ini, ada siswa secara terang-terangan merokok di dalam kelas saat guru sedang mengajar. Menendang, memukul, dan mengajak berkelahi di dalam ruang kelas. Inilah potret buruk proses pembelajaran belum berhasil. Perilaku anak seperti itu merupakan potret hasil proses pembelajaran yang diambil oleh lingkungan. Kita semua tidak yakin, sekolah dan keluarga mengajarkan proses belajar seperti itu,  karena perilaku anak yang seperti itu tidak terjadi secara tiba-tiba, namun terbentuk memerlukan waktu yang cukup lama. Selama lingkungan memberi contoh kurang baik, sekolah dan keluarga tidak menangkal dan menggantikan dengan perilaku baik, maka munculah perilaku yang dicontohkan oleh lingkungan. Penulis ingin menampilkan 72 kali pertemuan antara anak dan orang tua dalam forum mengaji bersama keluarga. Menampilkan 72 kali pertemuan orang tua menjadi guru di rumahnya yang mengajarkan ilmu pengetahuan berupa hafalan 36 surat dalam Juz yang ke 30 dari Al-Quran. Menampilkan peristiwa seorang anak patuh dan taat atas perintah orang tua untuk menghafal, membaca, dan hafal menulis, serta menteladani contoh budi pekerti yang ada dalam Al-Quran. Menampilkan pengakuan anak atas orang tua bahwa bapak atau ibunya adalah guru terbaik buat dirinya, karena ibu atau bapaknya merupakan guru terbaik buat anak-anaknya, maka Ibu/Bapaknyalah yang akan menjadi model perilaku yang muncul di masyarakat. Dengan program seperti ini, guru di sekolah dapat menawarkan dua pilihan kepada orang tua, model seperti orang tua atau model seperti yang ada di lingkungan sekitar. Dengan dua pilihan seperti itu, bagi orang tua pasti memilih model mengikuti orang tua. Dampak lanjutannya adalah orang tua harus berperilaku baik dan dapat dijadikan contoh buat anak-anaknya. Dengan demikian secara tidak langsung, guru juga telah meminta orang tua agar menjadi orang tua yang cerdas dan mempunyai akhlak mulia, karena akan menjadi cerminan perilaku anak-anaknya. Program seperti ini bisa terwujud dengan harapan, Ibu/Bapak guru dapat membentuk karakter anak dari yang kurang baik menjadi baik, membiasakan anak dan orang tua mengaji bersama, mendorong juga orang tua yang semula tidak bisa mengaji akan berusaha bisa mengaji lantaran orang tua akan menjadi guru buat anak-anak di rumah. Akhir dari proses pembelajaran ini, yaitu:
  1. Muncunya anak-anak penghafal membaca maupun penghafal menlis Al-Quran.
  2. Generasi emas yang Islami. Sebab, generasi ini telah berhasil membudayakan menghafal membaca dan menghafal menulis Al-Quran. Dengan demikian, generasi emas ini akan terpancar Akhlak Mulia, karena telah terbiasa membaca dan menulis Al-Quran, bahkan membaca dan menulis Al-Quran sudah menjadi budaya anak-anak. 
  3. Terdapat banyak Al-Quran khususnya Juz ke 30 yang ditulis oleh anak-anak kita, dan itu semua akan menjadi warisan yang tidak ternilai harganya buat anak cucu kelak hingga melebihi usia penulisnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan generasi emas kita menjadi generasi yang literad dan berbudi pekerti yang mulia.


Mustajab Hadi,

Pegiat Literasi Sekolah
https://www.inprasa.com/2019/02/peran-keluarga-dalam-gerakan-literasi.html

Terkait