Dirjen Pendis Buka Rakor dan Luncurkan Jurnal Ilmiah PAI

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Bandung (Direktorat PAI) – Direktur Jenderal Pendidikan Islam Mohamad Ali Ramdhani mengatakan, agama memiliki ruang khusus, yakni dimensi transenden yang sangat mungkin merupakan ciri khas GPAI untuk menajamkan keimanan para siswa.

"Dimensi ilahiah (transenden) ini adalah ciri khas pendidikan agama. Pada konteks Pendidikan Agama Islam, ciri khas demikian melekat pada Guru Pendidikan Agam Islam dalam upaya mengembangkan PAI dan budi pekerti pada siswa," tuturnya (23/2) pada saat membuka Rapat Koordinasi Pendidikan Agama Islam Tahun 2023 dan Launching Jurnal Ilmiah PAI di Bandung.

Terkait Rapat Koordinasi Pendidikan Agama Islam, Dirjen Pendis berharap agar aparatur Pendidikan Agama Islam pusat dan daerah menyiapkan diri dengan tepat dan maksimal menghadapi beragam tantangan dan perkembangan.

"Kita sedang berhadapan dengan fenomena yang serba berkebalikan: yang tetap adalah yg tidak tetap, yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri, dan semacamnya. Kita sering mendengarnya sebagai fenomena VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity)," jelasnya.

Oleh karenanya, dirinya memandang forum Rakor adalah sarana yang penting untuk melakukan sinergi dan koordinasi. "Forum rapat koordinasi adalah momentum semua pihak terkait, sehubungan dengan upaya untuk bersama-sama mengindentifikasi beragam persoalan yang dihadapi, sekaligus membangun kesepahaman tentang solusi dan langkah yang perlu diambil terkait permasalahan tersebut," ungkapnya.

Ia juga mengingatkan perlunya insan PAI untuk menyikapi perkembangan teknologi dan digitalisme dengan tepat, kerana keduanya kerap menimbulkan tantangan dan goncangan. Salah satu yang sudah memberi tantangan serius adalah perkembangan Artificial Intelligent (AI).

"AI telah berkembang menjadi mesin pengetahuan yang begitu mengagumkan terkait pengaruh dan kemampuannya. Dengan OpenAI , yang memprakarsai tumbuhnya ChatGPT, bisa jadi Google akan terancam keberadaannya, padahal kita tahu seperti apa ketergantungan kita pada Google," jelasnya.

Dalam kondisi demikian, dirinya menjelaskan, teknologi dan digitalisme selayaknya pisau bermata dua. AI dan beragam perkembangan digilatalisme menantang manusia atas upaya adaptif atau malah meluruh menghadapi kondisi tersebut.

Perangkat AI, tandasnya, telah mengantarkan orang untuk mendapat pengetahuan yang berisi ruang yang penuh tantangan. "Kita tidak bisa menghindari perubahan teknologi. Karenanya, teknologi harus menjadi teman. Dalam ujaran usul fiqh, kita mengenal perspektif ini sebagai semangat al-muhafadhotu 'ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah (Memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik)."

Dalam kesempatan rapat Koordinasi Pendidikan Islam ini, Dirjen Pendidikan Islam juga meluncurkan Jurnal Ilmiah PAI SMP sekaligus menyerahkan penghagaan kepada para pejabat Bidang PAI pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi.

"Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam harus mampu membangun perbincangan dan interaksi ilmiah di dalamnya. Hal ini menjadi keniscayaan karena pada dasarnya jurnal ilmiah mendorong para pihak di dalamnya untuk terutama sekali mengembangkan perspektif keilmuan," tuturnya.

"Saya mengapresasi penerbitan 45 jurnal ilmiah PAI SMP yang diinisiasi oleh Direktorat PAI. Keberadaan Jurnal ini menunjukkan bahwa para Guru PAI adalah juga merupakan warga akademis."
Dengan launching Jurnal Ilmiah PAI, Kang Dhani, demikian sapaan akrabnya, berharap agar aspek keberlanjutan dan peningkatan mutu jurnal menjadi perhatian tersendiri. "Jangan sampai kita punya banyak jurnal, tapi pemanfaatannya hanya untuk kepentingan administratif saja," pungkasnya. (Subag TU)



Terkait