Kemenag Diminta Tingkatkan Fasilitasi PAI SLB

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Yogyakarta (Dit PAI) – Kementerian Agama diminta terus meningkatkan perhatian terhadap mutu dan layanan pendidikan agama Islam pada sekolah Luar Biasa. terutama pada ketersediaan guru dan sarana pembelajarannya.

Hal ini dinyatakan oleh Kasubdit PAI pada SMP/SMPLB Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama pada acara workshop Peningkatan Kompetensi Guru PAI SMPLB yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 21 – 23 April 2021.  

“Kementerian Agama memang sudah memberi perhatian terhadap pendidikan agama Islam pada SLB, terutama dengan adanya subdit-subdit yang menangani PAI pada SD, SMP dan SMA luar biasa. Namun masih dianggap belum memadai”,  demikian ungkap Agus Sholeh.


Agus mengatakan bahwa saat ini terdapat sekitar dari 2.100 SLB dengan jumlah siswa lebih dari 125 ribu, namun masih banyak SLB yang tidak mempunyai guru agama Islam dan sarana pembelajaran yang ramah untuk anak berkebutuhan khusus.

“Masih ada laporan dari masyarakat yang mengadukan SLB mereka yang tidak mempunyai guru agama dan sarana ibadah yang layak untuk anak berkebutuhan khusus”, kata Agus Sholeh dihadapan peserta yang berasal dari guru PAI, Pengawas PAI pada sekolah dan kepala Seksi PAIS/PAKIS dari kabupaten/kota dan propinsi dari DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Karena itu Kemenag diminta agar menyediakan guru PAI SLB dari alokasi jalur PPPK tahun 2021 yang saat ini sedang disiapkan oleh Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Kementerian Agama diminta agar menyediakan kuota khusus bagi calon guru PAI untuk SLB dari alokasi seleksi PPPK tahun 2021 ini agar setiap SLB mempunyai guru agama yang sesuai dengan kompetesinya dan kualifikasinya”, demikian ungkap Agus Sholeh.

Kasubdit juga mengatakan bahwa tahun ini semua Subdit diminta untuk makin merangkul dan menyapa para guru PAI SLB, terutama dalam menghadapi situasi pandemic yang hingga kini belum mereda.

“Para guru PAI SLB perlu mendapat perhatian lebih intensif terkait peningkatan kapasitas dan kompetensinya di tengah situasi pandemic saat ini. Agar para guru bisa membimbing anak-anak ABK dengan tetap semangat,” tandasnya.

Terkait dengan banyaknya siswa muslim yang sekolah di lembaga-lembaga non muslim, Agus meminta agar para pejabat Kementerian Agama di daerah memberikan pembinaan dan pengawasan.

“Mohon agar para pejabat dari PAIS/PAKIS melakukan pembinaan dan pengawasan agar sekolah-sekolah tersebut menyediakan guru agama sesuai dengan agama dan keyakinan anak didiknya,” terangnya.

Pada kesempatan yang sama, Kabid PAKIS Kanwil Kementerian Agama Propinsi DIY Bukhorimuslim menyambut baik kegiatan ini. Hal ini karena Yogyakarta termasuk yang aktif dalam melakukan layanan terhadap anak-anak SLB maupun disabilitas pada umumnya.

“Yogyakarta memiliki keunikan dan pengalaman yang sangat kaya mengenai pembelajaran untuk anak-anak difabel, baik secara akademik dan praktik persekolahan, bahkan dunia pesantren ikut peduli sama anak-anak difabel,” kata Bukhorimuslim.

Ia mengatakan bahwa dirinya banyak terbantu dengan adanya Universitas Negeri Yogyakarta dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta banyak banyak memberi perhatian terhadap dunia disabilitas.

“UNY dan UIN Yogya selain menyiapkan calon guru untuk kelompok difabel, juga sudah melakukan layanan bagi mahasiswa yang disabilitas, baik di layanan kuliah maupun di perpustakaan”, ujar Kabid PAKIS Yogya ini.

Pihaknya sangat mengapresiasi adanya dukungan masyarakat yang juga luar biasa untuk anak-anak berkebutuhan khusus dengan ide-ide kreatif dan inovatif ini.

“Di Yogyakarta terdapat dua pesantren yang khusus menerima dan mendidik siswa autis dan tuna rungu. Lebih istimewanya lagi, ada pondok pesantren yang mengajarkan siswa tuna rungu untuk program tahfidz Al Quran dengan memakai bahasa isyarat.” ungkapnya.

Kegiatan workshop ini juga menghadirkan sejumlah nara sumber, antara lain Hari Trinurawan dari Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Faisal Ghazali dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud, Sri Sumarni dari Faultas Tarbiyah dan Kependidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Ro’fah Almakin dari Pusat Studi dan Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (full/PAI)



Terkait