Pembelajaran PAI dalam Kurikulum Merdeka

Illustrasi Foto (Direktorat PAI Kemenag)

Bogor (Direktorat PAI) -- Kepala Sub Direktorat Pendidikan Agama Islam, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Ilham, saat memberikan laporannya terkait kegiatan Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PAI SD/SDLB Angkatan 1 di Bogor, 12 April 2022 mengatakan bahwa Direktorat PAI khususnya Subdit pada SD yang berwenang memberikan pembinaan kepada para guru PAI SD menyambut baik lahirnya kurikulum baru yang akan diterapkan mulai tahun 2022/2023 meskipun sifatnya masih pilihan.

“Pergantian kurikulum adalah suatu keniscayaan dalam rangka mengikuti perkembangan dan perubahan.  Harapannya, Kurikulum Merdeka ini bisa mengisi ruang kekosongan sekaligus solusi karena dampak pandemik Covid sejak tahun 2020.  Kami mengundang peserta kegiatan untuk diperkenalkan kurikulum ini meskipun baru pengantar dan bersifat stimulus,” ujarnya (13/4).

Sementara itu, narasumber utama dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbudristek, Feisal Ghozali, mengatakan di depan peserta kegiatan bahwa dalam pemulihan pembelajaran di masa pandemik sekarang, sekolah diberikan kebebasan menentukan kurikulum yang akan dipilih. 

“Pilihan pertama sekolah menerapkan Kurikulum 2013 secara penuh, pilihan kedua melaksanakan kurikulum darurat yakni kurikulum 2013 yang disederhanakan, atau siap melakukan pilihan ketiga yakni  mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.”

Kurikulum Merdeka, lanjutnya adalah kurikulum yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sejak tahun ajaran 2021/2022.  Tercatat 2500 sekolah penggerak yang melakukan uji coba implementasi  Kurikulum Merdeka.

Lebih lanjut Feisal menyatakan, “Keunggulan kurikulum ini pertama lebih sederhana dan mendalam karena fokus pada materi yang esensial dan pengembangan konpetensi peserta didik pada fasenya sehingga belajar lebih mendalam, tidak terburu-buru dan menyenangkan. Kedua, siswa, guru maupun sekolah lebih merdeka,” terangnya.

Selain itu, Feisal juga menjelaskan Kurikulum Merdeka dari sisi aspek siswa. “Siswa merdeka dalam belajar karena sesuai minat, bakat, dan aspirasinya karena tidak ada program peminatan. Guru juga menjadi lebih merdeka dalam mengajar karena sesuai tahapan dan perkembangan siswa dan sekolah lebih merdeka, karena memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik,” urai Feisal.

Feisal juga menjelaskan bagaimana keterkaitan mata pelajaran pendidikan agama dalam kurikulum merdeka ini.

“Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti pada kelas dengan Fase A ( kelas 1 dan 2), Fase B (kelas 3 dan 4) dan Fase C (kelas 5 dan 6) masing-masing mendapatkan 3 jam pelajaran selama seminggu, di mana pada tiap-tiap fase akan ditentukan capaian-capaian pembelajaran. Misalnya, pada akhir Fase A, pada elemen pembelajaran Al-Qur’an-Hadis, capaian pembelajarannya adalah  peserta didik dapat mengenal huruf hijaiah dan harakatnya, huruf hijaiah bersambung, dan mampu membaca surah-surah pendek Al-Qur’an dengan baik,” pungkasnya.

Kegiatan Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PAI pada SD/SDLB Angkatan 1 diikuti oleh perwakilan GPAI SD dari 14 provinsi.  Acara ini tetap diselenggarakan dengan mengikuti protokol Covid untuk menjaga keamanan bersama. (Wikan)



Terkait