Semarang (Pendis) - Hari-hari ini kita sering mendengar pernyataan Menteri Agama (Menag) tentang Radikalisme dan Moderasi Beragama. Pernyataan tersebut tentu penuh pertimbangan. Dalam realitasnya, kasus radikalisme yang berujung pada terorisme bahkan terjadi juga hari ini di Medan (13/11). Oleh karena itu, ide tentang moderasi beragama sudah sangat tepat karena baik radikal maupun liberal adalah soal condong berlebihan ke paham kanan atau kiri, dan moderasi adalah cara pandang yang berada di tengah-tengahnya.
Masalahnya, kalau perspektifnya radikalisme dan kemudian mengedepankan deradikalisasi, mengapa tidak ada deliberalisasi juga? Pernyataan dan afirmasi ini disampaikan Direktur Pendidikan Agama Islam Rohmat Mulyana Sapdi dalam pembukaan acara Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB) Pengawas PAI Angkatan II di Hotel Aston Inn Semarang akhir pekan kemarin, (13/11).
Menurut Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI), mau tidak mau harus didudukkan sebagai pihak yang turut bertindak untuk merespon fenomena paham radikalisme dan urgensi mengedepankan moderasi beragama. Dalam kaitan ini peran pengawas PAI sangat penting dan juga tidak mudah. Oleh karenanya, "Saya memahami suasana batin para pengawas yang sulit. Penjaminan mutu pelaksanaan pembelajaran PAI ada di pundak Bapak/Ibu sekalian. Itulah mengapa saya tidak sependapat dengan ide peleburan pengawas PAI kedalam pengawas satuan pendidikan. Saya tidak bisa membayangkan hal ini karena pasti PAI tidak akan terawasi," papar Rohmat.
Dalam laporannya, Ketua Panitia Hasan Basri menyampaikan bahwa Pengawas PAI adalah penjamin mutu Pendidikan Agama Islam di tingkat kabupaten. Dalam posisi demikian, Pengawas PAI mau tidak mau harus terus meningkatkan kapasitas dan profesionalitas agar memastikan proses penjaminan mutu tersebut berjalan dengan optimal. Acara PPKB diadakan untuk menunjang target penting seperti ini.
Lebih Lanjut Rohmat juga menegaskan bahwa PAI dibutuhkan untuk menghindarkan masyarakat dari paham radikalisme. Dalam kaitan peningkatan mutu pelaksanaan PAI, Kemenag akan merilis buku teks PAI yang disusun oleh Kemenag. "Untuk itulah, tahun 2020 kita akan memiliki buku teks PAI produk Kemenag. Buku teks ini menjadi penting diantaranya karena kebutuhan di lapangan untuk menghadirkan buku PAI yang mengedepankan islam rahmatan lil alamin memang mendesak," tukasnya
Buku tersebut, lanjut Doktor lulusan UPI Bandung ini, sudah diedarkan ke beberapa pihak untuk mendapatkan proof reading. Diantaranya ke penerbit Mizan, buku itu sudah dibaca tuntas dan mendapatkan apresiasi yang sangat positif. Buku itu juga sudah disampaikan ke Puslitbang Lektur untuk kepentingan yang serupa. "respon mereka sangat positif. Kita akan merilisnya segera agar bisa dipakai pada tahun 2020," tuturnya lagi.
Acara Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB) Pengawas PAI Angkatan II dihadiri oleh para Pengawas PAI utusan Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DIY. Para peserta diberikan materi untuk melakukan evaluasi diri dan berbagai teknis menuangkan informasi dan gagasan dalam tulisan. Dengan materi demikian, diharapkan para Pengawas PAI mampu meningktkan kapasitas dan profesionalisme diri sesuai dengan standar yang ada. (HB/SM/Solla)