Bandung (DitPAI) -- Sejak tahun 2020, otonomi penilaian terhadap peserta didik diserahkan sepenuhnya kepada guru dan sekolah atau madrasah. Dalam konteks demikian, “pemerintah tidak memiliki hak veto atas proses penilaian siswa dalam bentuk Ujian Nasional dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional,” terang Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo pada acara Rapat Koordinasi Pendidikan Agama Islam tahun 2022 di Bandung (25/2).
Rapat Koordinasi Pendidikan Agama Islam Tahun 2022 diselenggarakan di Bandung dari tanggal 24 hingga 26 Februari 2022. Rapat Koordinasi Pendidikan Agama Islam tahun 2022 dihadiri oleh para Kepala Bidang Pendidikan Agama Islam Kantor Kementerian Agama Provinsi, Pejabat Pengembang Teknologi Pembelajaran, pengelola Sistem Informasi pada Kantor Kementerian Agama Provinsi, dan operator Sistem Informasi dan Administrasi Guru Agama (SIAGA) Pendis.
“Pemerintah melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan, bukan terhadap individu (siswa, guru, dan kepala), melainkan sistem. Hasilnya akan disajikan dalam bentuk platform digital rapor pendidikan yang insya Allah diluncurkan tidak lama lagi. Kepala sekolah atau madrasah akan diberikan kesempatan untuk menemukan diagnosa pendidikan dalam platform tersebut,” terang Anindito.
Menurutnya, sekolah atau madrasah akan dapat menemukan diagnosis kualitas pendidikan dari sisi hasil belajar siswa, karakter, literasi numerasi, maupun kualitas proses pendidikannya. “Ini semua akan menjadi umpan balik bagi Kepala Dinas atau Kepala Kankemenag untuk mengambil kebijakan berdasar diagnosa tersebut. Implikasi dari diberlakukannya kebijakan ini adalah perlunya membuat panduan dan sumber daya lain untuk menyiapkan para guru agar melakukan evalusi ketercapaian kualitas pendidikan secara lebih tepat dan bermakna,” urainya.
Lebih lanjut, Anindito menerangkan bahwa pemerintah tidak melakukan penilaian terhadap individu siswa, karena hal tersebut terlalu jauh. “Pemerintah tidak mungkin mengetahui kualitas proses dan hasil pembelajaran masing-masing individu,” pungkasnya.
Senada dengan Anindito, Kepala Sub Direktorat PAI pada SD/SDLB Ilham menjelaskan bahwa kewenangan satuan pendidikan dalam melakukan evaluasi kualitas pembelajaran menjadi sebuah otoritas yang mandiri. “Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional, satuan pendidikan diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan Ujian Sekolah mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti pada SD, SMP, dan SMA – SMK,” jelasnya. Ilham menyampaikan hal tersebut dalam konteks menjalankan fungsi leading sector Ujian Sekolah Pendidikan Islam dan Budi Pekerti pada SD, SMP, dan SMA/SMK.
Lebih jauh, Ilham memberikan materi terkait Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 631 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Ujian Sekolah Pendidikan Islam dan Budi Pekerti pada SD, SMP, dan SMA/SMK Tahun Ajaran 2021/2022. “Keputusan ini menjadi rujukan bersama mengenai pelaksanaan Sekolah Pendidikan Islam dan Budi Pekerti dari berbagai aspek dasar (prinsip umum, tujuan, teknis penyusunan kisi-kisi soal ujian, teknis penyusunan kisi-kisi soal ujian, dan monitoring-evaluasi-pelaporan US),” paparnya.
Pengelolaan Ujian Sekolah Pendidikan Islam dan Budi Pekerti pada SD, SMP, dan SMA/SMK sendiri telah mengalami berbagai perkembangan dan kemajuan, salah satunya melalui pemanfaatan dan dukungan teknologi informasi yang relevan. Hal demikian terlihat dari penjelasan Ahmad Zaenal Abidin, pengembang dukungan pengolahan hasil Ujian Sekolah Pendidikan Islam dan Budi Pekerti pada SD, SMP, dan SMA/SMK (25/2). “Aplikasi berbasis platform spreadsheet ini diupayakan untuk menjadi dukungan yang memudahkan dalam menatakelolakan Ujian Sekolah Pendidikan Islam dan Budi Pekerti pada SD, SMP, dan SMA/SMK,” tutur Zaenal Abidin.